Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi mengatakan sudah saatnya pemerintah memperkuat peran dan kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar bisa lebih efektif menjalankan tugasnya sebagai pengawas produk obat dan makanan yang beredar di Indonesia.
“Saya melihat BPOM perlu lebih diperkuat baik dari sisi birokrasinya maupun perannya di lapangan agar hasil pengawasan yang dilakukan dapat lebih efektif. Ini mengingat tantangan pengawasan dan tindakan terhadap produk obat dan makanan illegal kian kompleks”, ujar Zuber.
Menurut Zuber, program reformasi ditubuh BPOM perlu segera direalisasi agar badan pengawas ini mampu meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM dan manajemennya.
“Saya berharap dengan reformasi dan penguatan SDM, BPOM mampu membuat sistem yang lebih efektif terutama dalam hal koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam pengasan produk obat dan pangan. Saya juga menyambut positif adanya fakta integritas yang telah dilakukan jajaran eselon I dan II di BPOM”, tandasnya.
Zuber berharap Pemerintah memberi kewenangan kepada BPOM untuk mengawasi titik-titik pintu masuk ke Indonesia sehingga bisa mengantisipasi adanya produk obat dan makanan illegal yang datang dari luar negeri.
“Kita tahu ada ratusan pintu masuk ke Indonesia yang tidak diawasi oleh Bea Cukai sehingga amat rentan untuk diseludupi barang-barang illegal. Di sini harusnya peran BPOM bisa lebih kuat, jadi tidak sekedar mengawasi produk yang beredar di pasaran”, kata Zuber serius.
Minimnya perangkat SDM dan luasnya wilayah yang harus diawasi juga turut mempengaruhi kinerja pengawasan BPOM sehingga pemerintah perlu memikirkan penambahan jumlah SDM di BPOM khususnya pada bagian pengawas lapangan.
“Selama ini kita lihat BPOM harus dibantu oleh pemerintah Kota/Kabupaten untuk mengawasi produk-produk di daerah-daerah. Ke depan, BPOM diharapkan dapat memiliki satgas dalam jumlah yang ideal sehingga peran pengawasan dapat lebih dioptimalkan”, ungkap Zuber.
Berita Okezone Kamis 28 Januari 2010
Selengkapnya...
Senin, 15 Februari 2010
Pemerintah Diminta Perkuat Peran BPOM
Penutupan Terminal Khusus TKI Didukung
Lembaga swadaya Masyarakat yang menangani buruh migran (Migrant Care) meminta pemerintah harus segera menutup sepenuhnya terminal khusus Tenaga Kerja Indonesia di Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Pemerintah harus radikal, segera tutup sepenuhnya, kalau setengah-tengah saya kira tidak akan membawa perubahan signifikan," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah saat dihubungi, Selasa (26/1).
Sebelumnya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan sepakat untuk menutup Terminal 4 atau Gedung Pendataan Kepulangan (GPK) tenaga kerja di Bandara Soekarno-Hatta. Hal itu disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi Tenaga Kerja DPR, kemarin.
Dengan penutupan terminal khusus itu, nantinya kepulangan para tenaga kerja dari luar negeri langsung melalui jalur penumpang umum.Namun, pemerintah berencana akan melakukanya secara bertahap. Di tahap awal, sebagai percontohan, akan diberlakukan bagi tenaga kerja yang bekerja di Hongkong dan Taiwan.
Pelaksanaan bertahap dinilai Migrant Care tidak akan efektif. "Bagi kita, hal itu harus dilakukan total, tanpa diskriminasi," kata Anis. Menurutnya hal itu justru hanya menimbulkan diskriminasi baru. Anis menambahkan selama 10 tahun keberadaan terminal khusus, telah menimbulkan kerugian secara masif terhadap buruh migran yang bekerja di luar negeri.
"Tindakan setengah-setengah tidak akan bisa mengganti kerugian yang dialami oleh buruh migran, perubahan ini harus radikal," katanya.Menurutnya, semua buruh migran menginginkan kebebasan dan tidak ada diskriminasi dalam pelayanan di Bandara.
Selain itu, Migrant Care juga meminta pemerintah melakukan berbagai langkah antisipatif dari penutupan terminal tersebut. Diantaranya, menertibkan calo, porter, money changer dan angkutan yang akan bermigrasi dan mengancam keamanan buruh migran
Anggota Komisi Tenaga Kerja DPR, Zuber Safawi meminta pemerintah berhati-hati merealisasi rencana ini agar tak menimbulkan persoalan baru di terminal umum. ” Dulu dibuat terminal TKI karena ada masalah. Kalau mau ditutup, perlu antisipasinya juga,” kata Zuber.
Pemerintah harus dapat memberikan jaminan keamanan kepada tenaga kerja maupun masyarakat yang nantinya akan sama-sama menggunakan terminal umum (*)
Berita Koran TEMPO, Rabu 27 Januari 2010
Selengkapnya...
Anggaran Kesehatan Diupayakan Naik 5 Persen
Kemen-terian Kesehatan berusaha menaikkan alokasi anggaran kesehatan menjadi 5 persen, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tahun 2011.
"Kami berharap paling lambat pada tahun kedua Kabinet Indonesia Bersatu II sudah mulai ada peningkatan berarti menuju alokasi anggaran kesehatan 5 persen," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih saat melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (27/1/2010).
Ia mengatakan, kementerian-nya berusaha mempercepat realisasi peningkatan anggaran kesehatan dengan melakukan advokasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan menteri lain pada penyusunan rencana program kesehatan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).
"Kami minta bantuan anggota Dewan untuk ikut aktif mendorong realisasi alokasi anggaran kesehatan 5 persen sesuai hak budget DPR. Namun, kami sadari bahwa prediksi harus selalu dikaitkan dengan kemampuan fiskal negara. Bila pendapatan negara berkurang, kemungkinan reali-sasi lebih lama," katanya.
Program komprehensif
Sebagian anggora Komisi IX DPR menyatakan dukungan terhadap upaya Kementerian Kesehatan untuk menaikkan alokasi anggaran kesehatan menjadi 5 persen. Namun, mereka menuntut kementerian itu menyiapkan program yang komprehensif.
"Saya mendukung realisasi anggaran kesehatan 5 persen. Tapi harus disiapkan program yang jelas supaya nanti kalau benar bisa direalisasikan, bisa dimanfaatkan, tidak kembali lagi ke kas negara. Kalau begitu, sia-sia saja kami mendorong," kata anggota Ko-misi IX DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Charles J Mesang.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejah-tera, Zuber Safawi, menga-takan, Kementerian Kesehatan harus menyiapkan program terobosan supaya anggaran kesehatan yang nantinya dialokasikan bisa dimanfaatkan secara efisien untuk mening-katkan derajat kesehatan penduduk.
"Supaya nanti tidak bingung kalau alokasi yang diminta bisa direalisasikan, harus ada program-program yang kom-prehensif, jangan hanya meningkatkan volume program yang sudah ada," katanya.
Gandung Pardiman dari Fraksi Partai Golongan Karya menambahkan, Kementerian Kesehatan juga harus membuat analisis perkiraan peningkatan performa kinerja pembangunan kesehatan yang bisa dihasilkan bila alokasi anggaran untuk kesehatan dinaikkan menjadi 5 persen.
"Kalau 5 persen berarti sekitar Rp 50 triliun. Cukup besar. Kita harus tahu dulu kira-kira nanti akan seperti apa peningkatan performanya. Sekarang saja alokasi anggaran kesehatan yang jumlahnya Rp 21 triliun sebagian tersedot untuk Jamkesmas," katanya.
Menurut Zulmiar Yanri dari Fraksi Partai Demokrat dan Endang Agustini Syarwan Hamid dari Fraksi Partai Golongan Karya, Kementerian Kesehatan juga harus terlebih dahulu menyelesaikan refor-masi birokrasi di ling-kungannya.
"Karena, sebagus apa pun program yang dirancang dan siap didanai, tidak akan bisa berjalan dengan baik kalau perangkat yang melaksa-nakannya tidak bagus," katanya.
Menteri Kesehatan menga-takan, pihaknya akan menyiapkan program-program keseha-tan yang akan dilaksanakan bila alokasi anggaran kesehatan bisa dinaikkan menjadi 5 persen.
Dia optimis seluruh anggaran yang dialokasikan bisa terserap untuk membiayai upaya-upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk dan memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh penduduk, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Untuk Jamkesmas saja butuh sekitar Rp5 triliun. Tahun 2011 nanti paling tidak kami butuh tambahan Rp 5,6 triliun untuk bantuan operasional kesehatan. Kami juga akan butuh dana untuk kegiatan baru yang lain, termasuk pengamanan sediaan darah," ujar Menteri Kesehatan.
Berita Kompas, Senin 28 Januari 2010
Selengkapnya...