Selasa, 20 Juli 2010

Bentuk Ideal BPJS : Multi atau Tunggal ?

JAKARTA, Ide yang bergulir di Komisi IX DPR RI untuk membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (BPJS) tunggal ditentang banyak pihak. Ide tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Tidak hanya itu, ide membentuk BPJS tunggal juga akan mengakibatkan terjadinya kekisruhan dalam penyelenggaraan jaminan sosial itu sendiri. Hal ini terungkap dalam seminar SJSN, di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. (9/6) yang mengusung tema "Bentuk Ideai BPJS, Tunggal atau Multi".

"Dalam penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia kurang tepat jika BPJS hanya 1 (satu), karena kepesertaan antara PNS/TNI-Polri dengan pekerja sektor swasta harus dibedakan. Untuk PNS/TNI-Polri dananya berasal dari APBN sedangkan iuran hanya bersifat suppiemen. Sedangkan bagi pekerja sektor swasta berasal dari iuran peserta," jelas HB Purwoko dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang menjadi salah satu nara sumber pada seminar tersebut.

Lebih tepat lanjut HB Purwoko, keempat BPJS yang ada saat ini (Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes) tetap dipertahankan, namun badan hukumnya harus dirubah. la menyarankan agar BPJS tersebut berbadan hukum wali amanat.

"Badan hukum Wali amanat defenisinya adalah intitusi mandiri yang dipercaya Undang-Undang untuk menyelenggarakan jaminan sosial dan mengelola dana amanat dengan tujuan perlindungan sosial terhadap resiko sosial ekonomi, ini sesuai dengan prinsip-prinsip jaminan sosial,' tambahnya lagi.

Purwoko juga mengatakan jika ada yang mengatakan belum ada Undang-Undang yang mengatur tentang wali amanat, tinggalmencantumkan didalam ketentuan umum Undang-Undang BPJS. "Jangan kita tunggu dibuat Undang-Undangnya dulu. Badan Hukum Bank Indonesia juga hampir mirip dengan wali amanat karena mengedarkan uang juga dana amanat, tapi tetap bisa berjalan walau undang-undang wali amanat belum ada,'tegasnya lagi.

Sebelumnya anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safari, dari Fraksi PKS, mengatakan saat ini ada dua pilihan bentuk ideal BPJS, yaitu tunggal atau multi. keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

"Yang paling penting adalah bagaimana SJSN itu berjalan secara efektif dan efisien dengan tetap menjamin program yang sudah berjalan tetap berjalan sebagaiman mestinya, hak peserta juga tetap terpenuhi, tidak ada subsidi program dan semua karyawan keempat BPJS yang ada saat ini bisa terakomodir, maka tidak penting lagi apakah BPJS itu berbentuk tunggal atau multi," ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Zuber juga menjelaskan alasan keterlambatan proses pembahasan RUU BPJS di DPR RI, karena anggota DPR menunggu inisiatif dari pemerintah, namun sampai sampai lewat tenggat waktu (19 Oktober 2009) namun inisiatif dari pemerintah sangat lemah, akhirnya DPR lah yang mengambil inisiatif tersebut. "BPJS ini masalah yang sangat teknis dan menyangkut BUMN dan yang paling paham masalah BUMN tentu Pemerintah. Inilah alasan mengapa kami menunggu inisiatif dari pemerintah.'kilah Zuber.

Namun menurut Hot Bonar Sinaga. Direktur Utama PT. Jamsostek, alternatif pemecahan yang paling ideal terhadap polemik badan hukum BPJS adalah tetap mempertahankan ke-empat BPJS yang ada saat ini. sekaligus tetap menempatkannya di bawah Kementerian BUMN yang bertindak sebagai pengawas akhir, dengan mengubah ketentuan yang ada seperti mengamandemen UU BUMN."BPJS bisa berbentuk Perum dengan catatan penyesuaiannya harus sejalan dengan prinsip penyelenggaraan SJSN dan tidak diwajibkan membayar dana pembangunan semesta kepada Pemerintah (perintah Undang-Undang No. 19 tahun 1961) atau deviden. Alternatif lain berupa BUMN yang mendapat penugasan khusus dengan prinsip nirlaba," kilah Hot Bonar, tanpa merinci lebih jelas apa yang dimaksud dengan 8UMN khusus.

Keteguhan Dirut PT. Jamsostek ini untuk tetap mempertahankan badan hukum NPJS tetap BUMN. berangkat dengan alasan selama ini ke-empat BPJS yang ada saat ini sudah menjalankan fungsinya dengan lancar.

Namun hal ini langsung mendapat sanggahan dari anggota Komisi IX DPR RI, Surya Chandra. "Kami sudah mengambil kesimpulan bahwa BPJS-BPSJ ini badan hukumnya akan berubah dan bukan lagi BUMN. Sangat tidak masuk akal jika BPJS yang mengelola jaminan sosial berbadan hukum BUMN, sedangkan BUMN itu sudah pasti "provit oriented " dan tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang SJSN". Sanggahnya.

Surya Chandra juga mengimbau untuk menghentikan perdebatan ataupun polemik mengenai badan hukum BPJS. Menurutnya saat ini yang paling penting adalah bagaimana caranya tahun 2011 nanti sistem jaminan sosial nasional harus sudah berjalan sesuai dengan sila ke 5 Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".

Pada kesempatan yang sama. Said lqbai. Sekretaris Jenderal Komite Aksi Untuk Jaminan Sosial (KAJS). mengaku sangat miris melihat sampai saat ini amanat UUD 1945 dan UU No. 49 tahun 2004 tentang SJSN belum berjalan sampai saat ini. la berpendapat ini artinya pemerintah dengan sengaja melanggar konstitusi.

"Untuk pertama kalinya terjadi, saat pemerintah melanggar konstitusi tidak ada satu pun lembaga negara yang mengingatkan masalah ini. Untuk itu kami sebagai kekuatan sosial masyarakat akan mengambil alih tugas untuk mengingatkan pemerintah. Saya bertiarap DPR RI ada di pihak rakyat," tegasnya.

lqbal juga mengingatkan, UU BPJS ini harus mencerminkan secara utuh bahwa jaminan kesehatan itu harus berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa ada diskriminasi ataupun pembatasan. Selain itu ia meminta pekerja formal harus mendapatkan jaminan pensiun layaknya PNS/TNI-Polri dan ia yakin pekerja formal siap untuk membayar iurannya.

"Tidak adil jika selama ini pemerintah memotong setiap penghasilan rakyatnya yang masih bekerja dengan mengatas namakan pajak tanpa meminta persetujuan rakyat untuk membiayai negara. Tapi disaat rakyatnya dalam kondisi lemah, mungkin karena sakit atau di PHK negara tidak mau bertanggung jawab sama sekali,' pungkas lqbal.

Edisi Juni 2010, Jurnal Perjoeangan
Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda