Rabu, 24 Oktober 2007

DPR: Evaluasi Pengiriman Pembantu ke Malaysia

TEMPO Interaktif, Jakarta:Anggota Komisi IX DPR RI dari Faksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zuber Safawi menyatakan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) harus melakukan evaluasi pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia. "Harus dilihat apakah tenaga kerja yang dikirim sudah dibekali keterampilan," ujar Zuber kepada Tempo, Kamis (11/10).

BNP2TKI, lanjutnya, harus melihat kembali proses seleksi, pengiriman dan perlindungan TKI. Sebelumnya, seperti diberitakan Koran Tempo (11/10), karena kebutuhan akan pembantu rumah tangga terus meningkat, Malaysia bermaksud menyewa pembantu dari India, Nepal, Laos, dan Vietnam.

Meski Malysia berhak mencari tenaga kerja dari negara lain, Zuber menyatakan sedikit banyak kebijakan Malaysia akan berpengaruh terhadap lapangan kerja. "Kalau di luar negeri berkurang, pemerintah harus menjamin ada lapangan kerja dalam negeri," katanya.
Sumber: Tempo Interaktif Kamis, 11 Oktober 2007 | 16:07 WIB
Selengkapnya...

Menteri Kesehatan Minta DPR Dukung Pembayaran Askeskin Langsung

TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari meminta Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan mendukung sistem pembayaran langsung untuk program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin). Alasannya, sistem pembayaran langsung akan mempermudah pengawasan anggaran Askeskin.

"Tagihan langsung dibayar dari kas negara ke rumah sakit daerah," katanya dalam rapat kerja di Gedung MPR/DPR.

Pernyataan Siti ini menanggapi pertanyaan anggota Komisi Kesehatan, Zuber Safawi, soal pembayaran tagihan Askeskin yang tersendat. Anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini meminta menteri kesehatan mengkaji pelaksanaan Askeskin dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Menurut Siti, selama ini pengawasan atas pembayaran yang dilakukan PT Asuransi Kesehatan (Askes) sangat lemah. Begitu uang sudah sampai di kantor cabang Askes di daerah, pengawasannya menjadi sulit dilakukan. "Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami," katanya.

Karena itu, jelas Siti, Departemen Kesehatan memutuskan pengelolaan dana Askeskin untuk puskesmas tak diberikan ke PT Askes. "Kalau dipegang Askes, nasibnya bisa sama seperti sekarang," katanya.

Hingga 31 Juli , total tagihan yang harus dibayar Rp 504 miliar. Tapi, PT Askes tak bisa membayar tagihan tersebut karena sisa saldo tak mencukupi. Departemen Kesehatan telah mengucurkan dana Rp 400 miliar.

Siti mengatakan, sejak terungkapnya kasus penggelembungan tagihan di Rumah Sakit Baubau, Sulawesi Tenggara, tagihan Askeskin secara umum menjadi menurun. Kalau sebelumnya rata-rata tagihan PT Askes sebesar Rp 350 miliar, "Sekarang jumlahnya di bawah itu," kata Siti tanpa menyebutkan nilainya. PRAMONO
Sumber: Tempo Interaktif Senin, 08 Oktober 2007 | 15:50 WIB
Selengkapnya...

Jumat, 05 Oktober 2007

Malaysia Didesak Meminta Maaf

”Tindakan tidak beradab, seperti tak punya Tuhan, agama dan leluhur”

JAKARTA- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan rakyat mengecam tindakan anggota Plis Diraja Malaysia dan Ikatan Relawan Rakyat Malaysia (Rela) yang memerkosa EW, tenaga kerja Indonesia. Mereka mendesak pemerintah Indonesia segera mengajukan protes keras kepada pemerintah Malaysia.

”Pemerintah harus melakukan protes kepada Malaysia. Peristiwa ini seperti mengulang penganiayaan wasit karateka dari Indonesia oleh oknum polisi Malaysia, ” kata anggota Komisi Tenaga Kerja DPR, Zuber Safawi, saat dihubungi Tempo kemarin.

Selain harus mengusut tuntas dan terbuka, ujar Politikus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini, Malaysia harus menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada korban, keluarga korban dan rakyat Indonesia. ”sebagai sebuah bangsa harga diri kami merasa diinjak-injak oleh oknum polisi tersebut. Secara resmi pemerintah Malaysia harus meminta maaf” katanya.

Hal senada diungkapkan Toeti Indarsih Loekman Soetrisno, anggota Komisi Tenaga Kerja dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Ia menilai kasus kekerasan oleh aparat kepolisian Malaysia dan Rela terjadi karena posisi tawar Indonesia sangat lemah. ”Perlakuanaparat Malaysia kejam dan tisak manusiawi, tapi Indonesia tidak pernah berbuat apa-apa,” katanya.

Pada 8 September lalu, EW, tenaga kerja Indonesia asal Lampung, diperkosa secara biadab oleh 12 orang di Muar, 150 kilometer dari Selangor, Malaysia. Selain melibatkan sekelompok Rela, dalang aksi itu adalah anggota polisi Malaysia berpangkat rendah. Sepuluh pelaku pemerkosaan sudah ditangkap.

Kepala badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indoneisa Jumhur Hidayat juga sangat gerah dengan munculnya kasus pemerkosaan massl itu. Ia meminta Malaysia segera membubarkan Rela ”Tindakan Rela itu seperti tak punya Tuhan , agama dan leluhur, ’ katanya di Jakarta kemarin.

Sementara itu Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo membantah tudingan bahwa pemerintah Indonesia tidak melakukan upaya hukum atas kasus-kasus yang menimpa pekerja Indonesia selama ini, termasuk EW. Jalur bilateral dan internasional sudah ditempuh, tapi hasilnya nihil. Menurut dia, sistem kenegaraan di Malaysia menghambat dilakukannya penegakan hukum. ”itu kan negara zalim, jadi hukumnya amburadul,” ujarnya kemarin.

Berkaitan dengan rencana Migrant Care, lembaga swadaya untuk buruh migran, yang akan mengadukan Malaysia kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa, pihakDepartemen Luar Negeri mendukungnya. ”Silakan saja. Dewan HAM memang memiliki prosedur untuk itu”, kata Direktur HAM Departemen Luar negeri Wiwiek Setyawati.
Dihibungi terpisak, Duta besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Zainal Abidin Zain, mengaku tak tahu harus berkomentar apa tentang kasus pemerkosaan yang menimpa EW tersebut. ”Saya tak tahu harus kata apa. Itukan ada di pusat. Saya tak terima laporannya” kata Zainal emarin

Sumber: Koran TEMPO, Rabu, 3 Oktober 2007



Selengkapnya...

Jumat, 14 September 2007

Mukaddimah

Didorong oleh keinginan untuk berinteraksi dengan simpatisan, pendukung, kader dan seluruh masyarakat Jawa Tengah, Zuber Syawafi menghadirkan blog ini ke hadapan anda.

Sebagai profil wakil rakyat yang mencoba tetap konsisten dalam garis perjuangan reformasi, zuber bertekad untuk memantapkan langkahnya dalam memperjuangkan aspirasi untuk memberikan sumbangsih dalam mewujudkan tata kelola sistem demokrasi yang bersih dan profesional.

Melalui media ini, diharapkan hubungan silaturrahim, kontrol dan masukan-masukan yang konstruktif.Semuanya tentu dilandasi dengan niat agar Indonesia lebih Sejahtera....

Wassalam,


Guru dan Kualitas Pendidikan
Ujian Nasional yang Kehilangan Makna
BOS dan Sekolah Gratis
Ujian Nasional Yang Kehilangan Makna
Mengikis Diskriminasi Pendidikan
Pemerintah Didesak Segera Bereskan Jamkesmas
Stop Penggunaan Vaksin Antimeningitis
Memutus Rantai Gizi Buruk Selengkapnya...

Senin, 10 September 2007

Agustus, Dana Askeskin Habis

SEMARANG - Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi menyatakan dana asuransi kesehatan masyarakat miskin (Askeskin) dari pemerintah pusat dipastikan sampai Agustus ini akan habis. Pasalnya dari dana yang disiapkan pemerintah Rp 1,7 triliun itu ternyata hanya cukup sampai enam bulan dengan asumsi jumlah pengguna capai 76,6 juta jiwa.

''Pemerintah memutuskan anggaran senilai itu karena ada sisa dari alokasi tahun sebelumnya Rp 1,1 triliun. Ini kan aneh. Dengan jumlah peserta yang lebih besar, pemerintah mengalokasikan anggaran lebih sedikit dengan harapan ada sisa anggaran,'' kata dia saat di Semarang, kemarin.
Anggota Dewan asal Jateng itu menjelaskan, pemerintah tidak memprediksi lonjakan klaim dari PT Askes terkait perubahan aturan. Dulu ada mekanisme pemilahan penyakit yang bisa ditangani oleh Puskesmas maupun rumah sakit. Namun sekarang, semua bebas berobat di rumah sakit sehingga penanganannya menjadi tanggung jawab Askes.
Dengan adanya perubahan aturan itu, Zuber berpendapat pemerintah telah melakukan kesalahan prediksi dalam melakukan penganggaran Askeskin. Dia menyebut, tahun 2005 dengan asumsi pengguna Askeskin 60 juta jiwa, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 1,3 triliun. Pada tahun 2006, dengan asumsi pengguna 60 juta jiwa, pemerintah meningkatkan anggaran menjadi Rp 2,5 triliun ditambah sisa dana tahun 2005 sebesar Rp 1,1 triliun.
Namun pada tahun 2007, dengan asumsi jumlah pengguna mencapai 76,6 juta jiwa, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran Rp1,7 trilun, dengan alasan, diperkirakan masih ada sisa tahun sebelumnya sebesar Rp1,1 triliun. (H37,H7 -77)

Sumber: Suara MerdekaSenin, 13 Agustus 2007
Selengkapnya...

Kamis, 06 September 2007

Kasus Jamu Ilegal Rawan Kolusi

SEMARANG- Langkah Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) dan penegak hukum dalam melakukan operasi terhadap produsen obat tradisional dan produk pangan harus diikuti dengan upaya penegakan hukum lebih tegas dan transparan. Sebab, anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi menduga ada indikasi munculnya praktik kolusi dalam penyelesaian kasus semacam itu.

BPOM, lanjut Zuber, berhasil mengidentifikasikan ada 26 merek kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, enam kasus pabrik obat tradisional, dan 42 produk pangan positif menggunakan formalin. Di samping itu, ditemukan ratusan kasus distribusi obat dan produk pangan. Tapi sampai saat ini tidak satu pun keputusan pengadilan atas kasus-kasus itu disampaikan pada masyarakat.
"Langkah operasi penggerebekan oleh BPOM perlu mendapatkan penghargaan. Namun agar lebih bermakna dan tidak mubazir perlu diikuti dengan pengawalan sampai putusan pengadilan," kata politikus dari PKS itu saat di Semarang, Rabu (5/9).
Adanya kecurigaan terjadi praktik kolusi, kata dia, wajar karena baik BPOM maupun pengadilan sampai saat ini tidak pernah menyampaikan kemajuan penangangan kasus-kaus pengawasan obat dan makanan itu. Baik dalam penelusuran hukum, penyelidikan, maupun penyidikan.
Tidak Tuntas
Berdasarkan pengamatan dia, banyak kasus terkait pelanggaran standar obat dan makanan tidak tertangani secara tuntas. Kalaupun ada putusan, sanksinya terkesan ringan, sehingga wajar jika selalu ditemukan pelaku dalam setiap operasi namun kasus serupa tetap muncul.
Zuber memberikan contoh, kasus terakhir yang diungkap di media yakni PT Shadewo Sinar Jaya di Purwokerto. Kasus ini sangat mungkin terjadi karena lemahnya penanganan hukum pada kasus sebelumnya.
Bisa jadi, para pelaku melihat kasus gudang obat ilegal di Tegal, dan kasus produk jamu yang mengandung bahan kimia pada obat yang diproduksi Dakota Cargo Purwokerto tidak ada kejelasan hukum, sehingga para produsen tetap berani beroperasi. "Saya kira perlu ada langkah tegas," ujar wakil rakyat dari Jateng itu.
Di samping penegakan hukum yang bisa menimbulkan efek jera, Zuber mengusulkan BPOM perlu segera menerapkan standar cara produksi yang baik atau good manufacturing practices (GMP) dan penyediaan dokumen informasi produk kosmetik (DIK). "Pembinaannya bisa dilakukan dengan pembinaan terprogram terhadap UKM yang ada, sehingga mereka benar-benar mampu memenuhi standar yang ada," ujarnya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Dra Siti Aisyah Dahlan menilai saat ini perhatian pemerintah daerah terhadap masalah perlindungan masyarakat dari obat dan makanan yang berbahaya masih sangat kurang. Hal itu terlihat dari tidak adanya program dalam upaya pencegahan ada atau beredarnya produk-produk semacam itu.
"Selalu dikaitkan dengan masalah kewenangan, seharusnya perlu ada campur tangan pemprov. Terlebih, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang banyak ditemukan kasus ini," tegasnya.(H7,H37-77)
Sumber: Suara Merdeka, Kamis, 06 September 2007
Selengkapnya...

Kamis, 23 Agustus 2007

Kartu Elektronik Askeskin Ditolak

JAKARTA (SINDO)- Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari didesak urrtuk mengkaji ulang penggunaan kartu elektronik dalam program Asuransi Kesehatan untuk Rakyat Miskin (Askeskin).
Komisi IX DPR menilai, rencana itu tidak menyelesaikan permasalahan. Seharusnya, pemerintah lebih memprioritaskan masalah pendataan kembali masyarakat miskin yang hingga kini masih terbengkalai. Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi mengatakan, rencana kartu elektronik ini bersifat memaksakan Sebab, keberadaan kartu ini tidak bisa menjamin berkurangnya pembengkakan klaim tagihan obat-obatan.

"Yang lebih penting dilakukan seharusnya pendataan. Sebab, hingga sekarang belum ada satu persepsi tentang kemiskinan antara BPS, pemda, , dan BKKBN," tegas Zuber di Jakarta, kemarin. Selain itu, rencana kartu elektronik ini juga akan menambah beban anggaran Depkes. Meski belum dapat memerinci jumlah anggaran yang akan dipakai, politikus PKS ini berpendapat anggaran tersebut akan menambah masalah kernbali. "Secara pribadi saya akan menolak hal ini, sebab ini bukan exit strategi bagi masalah Askeskin, * terangnya.
Hal senada diungkapkan anggota Komisi IX DPR lainnya, Rudianto Tjen. Dia menyatakan, rencana tersebut merupakan proyek baru pihak-pihak tertentu yang ingin menyusahkan masyarakat miskin, Menurut politikus PDIP ini langkah pemerintah seharusnya tertuju pada perbaikan pendataan yang masih semrawut. Sebab, hal inilah yang bisa menjadi jalan keluar jangka pendek bagi program Askeskin. Terlebih lagi pendataan ini belum rnenyentuh kalangan grass root secara merata.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Ul Hasbullah Tabrany meminta Depkes mengkaji kernbali rencana kartu elektronik Askeskin. Pengkajian ini harus ditekankan pada efektivitas, efisiensi, dan tujuan. "Lebih baik dikaji dulu lebih saksama, jangan dari sekarang dipatok akan direalisasi ” jelasnya.
Menurut dia penggunaan kartu elektronik memang bisa mencegah penyimpangan peserta Askeskin. Namun, untuk penyimpangan dana tidak bisa dilakukan. Selain itu, Depkes juga harus mempertimbangkan masalah SDM yang akan mengawasi program baru tersebut.
Sumber : Koran Seputar Indonesia, Senin 20 Agustus 2007
Selengkapnya...

PT Askes Usul Pemegang SKTM Tak Dilayani

"Dari seribu penerima klaim Askeskin, 50 persen lebih memakai SKTM."

JAKARTA — Direktur Utama PT Asuransi Kesehatan (Askes) Orie Andari Sutadji mengusulkan agar warga pemegang surat keterangan tidak mampu tak lagi berhak dilayani melalui fasilitas asuransi kesehatan masyarakat.miskin (Askeskin). la ingin yang dilayani hanya pemegang kartu Askeskin, bukan sekadar surat keterangan miskin.


la mensinyalir banyak warga membayar petugas setempat agar bisa mendapatkan surat tidak mampu itu, yang sering disebut dengan singkatan SKTM."Harus ada cut off pemegang SKTM;" kata dia dalam jumpa pers dikantornya kemarin.
PT Askes, dia melanjutkan, tidak berwenang menghentikan pembuatan surat itu di tingkat pemerintah daerah. "Dari seribu pasien penerima klaim Askeskin, lebih dari 50 persen memakai SKTM," Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Askes M.G.S. Aritonang menimpali.

Besarnya jumlah pemegang SKTM, menurut Orie, menjadi salah satu penyebab menipisnya dana PT Askes. sehingga klaim Askeskin dari sejumlah rumah sakit terpaksa ditangguhkan. " Setiap bulan, dia menjelaskan, PT Askes harus membayar klaim Rp 356 miliar untuk melayani 76,4 juta jiwa orang miskin.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dr. Bondan Agus Suryanto mengungkapkan klaim Rp. 39 miliar yang di-, ajukan 15 rumah sakit untuk korban gempa, hanya dibayar Rp 11 miliar oleh PT Askes, dari Rp 39 miliar.

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan SKTM tidak boleh berhenti karena itu bagian program Departemen Kesehatan untuk rakyat miskin.

Anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Zuber Safawi ingin SKTM tetap berlaku. "Jangan menzalimi rakyat miskin dengan cara seperti itu," katanya.
Bila pemerintah memiliki instrumen pengawasan yang memadai, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, penyimpangan dana Askeskin tidak akan terjadi.

Menghadapi persediaan dana yang menipis, Dewan akan mengupayakan penambahan anggaran untuk pelayanan kesehatan rakyat miskin pada perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2007.
Sumber : Koran Tempo, Rabu 8 Agustus 2007
Selengkapnya...

Aparat Didesak Bongkar importir

TEMPO Interaktif, Solo: Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan meminta agar Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tidak terburu-buru menolak penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi warga miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Menurut anggota Komisi IX Zuber Safawi, surat keterangan itu selama ini justru menjadi solusi ketika cakupan asuransi kesehatan untuk warga miskin masih terbatas. "Pemerintah jangan menzalimi rakyat miskin dengan cara seperti itu," katanya kepada Tempo, Sabtu (4/8).


Zuber tak menampik bila Departemen Kesehatan telah kehabisan dana untuk pelayanan kesehatan bagi warga miskin. Namun, bukan berarti pemerintah lepas tangan dengan menginstruksikan rumah sakit untuk menolak penggunaan SKTM.
Menurut Zuber, DPR akan mengupayakan penambahan anggaran untuk pelayanan kesehatan rakyat miskin pada perubahan APBN 2007. "Kebutuhannya memang cukup besar, sekitar Rp 1 triliun," kata Zuber.

Sebelumnya, sejumlah rumah sakit dikabarkan telah menolak melayani warga miskin yang hanya berbekal SKTM. Bahkan di Kabupaten Klaten, warga pemegang Askeskin yang tidak tercantum sebagai penerima bantuan langsung tunai dari Bappenas, juga tidak lagi dilayani.
Sumber: Tempo Interaktif - Sabtu, 04 Agustus 2007
Selengkapnya...

DPR Upayakan Tambah Anggaran Askeskin

TEMPO Interaktif, Solo: Komisi IX DPR yang membidangi masalah kesehatan meminta agar Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tidak terburu-buru menolak penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi warga miskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Menurut anggota Komisi IX Zuber Safawi, surat keterangan itu selama ini justru menjadi solusi ketika cakupan asuransi kesehatan untuk warga miskin masih terbatas. "Pemerintah jangan menzalimi rakyat miskin dengan cara seperti itu," katanya kepada Tempo, Sabtu (4/8).


Zuber tak menampik bila Departemen Kesehatan telah kehabisan dana untuk pelayanan kesehatan bagi warga miskin. Namun, bukan berarti pemerintah lepas tangan dengan menginstruksikan rumah sakit untuk menolak penggunaan SKTM.
Menurut Zuber, DPR akan mengupayakan penambahan anggaran untuk pelayanan kesehatan rakyat miskin pada perubahan APBN 2007. "Kebutuhannya memang cukup besar, sekitar Rp 1 triliun," kata Zuber.

Sebelumnya, sejumlah rumah sakit dikabarkan telah menolak melayani warga miskin yang hanya berbekal SKTM. Bahkan di Kabupaten Klaten, warga pemegang Askeskin yang tidak tercantum sebagai penerima bantuan langsung tunai dari Bappenas, juga tidak lagi dilayani.
Sumber: Tempo Interaktif - Sabtu, 04 Agustus 2007
Selengkapnya...

Jumat, 10 Agustus 2007

Jangan Hentikan Operasi Barang Impor

SEMARANG (KR) - Anggota Komisi X DPR RI Zuber Syafawi mendesak kepada pemerintah untuk membongkar sindikat impor permen dan pasta gigi illegal asal Cina. Hal ini terkait dengan penemuan sejumlah merk permen dan pasta gigi yang tidak memiliki izin edar dari BPOM. Zuber Syafawi mengatakan hal ini kepada wartawan di Semarang Senin (6/8).

Menurut Zuber Safawi, peredaran Permen dan pasta gigi dari Cina yang saat ini dinilai melanggar aturan tidak bisa dilakukan oleh orang biasa tanpa melibatkan sindikat importer kelas kakap Saya yakin, temuan BPOM tentang sejumlah merk impor yang ternyata banyak mengandung zat berbahaya, melibatkan importer kelas kakap. Apalagi kejadian tersebut sebenarnya sudah berlangsung lama dan rapi tanpa diketahui oleh petugas Bea dan Cukai. Pemerintah harus bisa mengungkap sindikat tersebut," tegas Zuber Syafawi.


Ia mendesak kepada BPOM agar tidak menghentikan operasi terhadap barang-barang impor berbahaya tersebut. BPOM diminta untuk melakukan operasi dilapangan cara lebih intensif lagi dan melakukan pengusutan siapa aktor besar di balik kasus tersebut. Dengan hasil temuan besar BPOM tersebut, Zuber menilai kinerja instansi satu ini cukup bagus. Untuk itu BPOM jangan hanya berhenti pada razia dan peringatan kepada penjual saja, tapi harus diikuti dengan menemukan siapa pemain besar yang ada dibalik peredaran barang-barang berbahaya ini.

Anggota DPR RI asal Kota Semarang ini menyayangkan lambatnya respon dari aparat penegak hukum, baik Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), BPOM maupun Kepolisian, karena sampai saat ini belum ada pihak yang dimintai keterangan atau diperiksa. Sehingga masyarakat juga tidak tahu siapa dalang dibalik impor barang konsumtif berbahaya tersebut.

"Kami sangat menyayangkan belum adanya tindakan hukum yang mengarah kepada pelaku impor barang berbahaya dari Cina yang menghebohkan. Penemuan besar pelanggaran hukum yang dilakukan BPOM, tidak dibarengi dengan penegakan hukum. Kami berharap aparat kepolisian tidak menunggu adanya laporan terlebih dulu dari masyarakat, karena bukti sudah ada. Sehingga aparat sudah memiliki bahan untuk penyelidikan untuk menemukan importer tidak bertangggung jawab tersebut," tegas Zuber. (Bdi)-s.

Sumber: Harian Kedaulatan Rakyat - Selasa, 07 August 2007, Jawa Tengah
Selengkapnya...

Sindikat, Pengimpor Odol Berbahaya

SEMARANG- Anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi yakin peredaran permen dan pasta gigi dari Cina yang dinilai melanggar ketentuan dan mengandung bahan pelarut Diethylen Glycol (DEG) melibatkan sindikat importir kelas besar. "Temuan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tentang barang impor berbahaya menunjukkan ada indikasi keterlibatan importir kelas besar. Sebab, sudah berlangsung lama dan rapi.'' Kinerja BPOM sudah baik, kata dia, namun pascatemuan jangan hanya berhenti pada razia dan peringatan kepada penjual saja, tapi harus diikuti dengan menemukan siapa pemain besar yang ada di balik peredaran barang ini. Dia mendesak pembongkaran sindikat pengimpor permen dan pasta gigi illegal itu. Anggota FPKS ini menilai langkah BPOM perlu dilanjutkan dengan pengusutan siapa aktor besar di balik itu.

Seperti diberitakan, BPOM di Semarang menemukan pasta gigi (odol) yang mengandung bahan pelarut Diethylen Glycol (DEG) yang berbahaya, sebanyak lima ribu lebih odol merek Maxam yang diimpor dari Shanghai. Ribuan odol berbentuk tube ini dikemas di dalam 73 kardus masing-masing berisi 72 odol. Kepala BPOM Maringan Silitonga mengimbau masyarakat memahami pasta gigi yang dilarang beredar bukanlah mengandung formalin, melainkan DEG yang biasanya digunakan untuk bahan pelarut.

Penyebab Kematian
Bahan toksik ini dapat menyebabkan gejala depresi, muntah, ngantuk, pingsan, kencing berdarah, hingga kematian. ''Tapi jangan keliru, ada Maxam impor Cina dan Maxam yang tidak mengandung bahan berbahaya, bisa dilihat dari nomor registernya,'' ujarnya mengingatkan. Zuber menyoroti, adanya kelambanan respons aparat penegak hukum, karena sampai saat ini belum adanya pihak yang dimintai keterangan di muka hukum mengenai hal itu. "Sangat disayangkan langkah BPOM ini tidak disertai dengan penegakan hukum, jangan menunggu laporan, bukti sudah ada, secara investigasi pasti bisa segera diketemukan dalang semua peredaran ini,'' tegasnya. Sebagai langkah antisipatif Zuber berharap BPOM melakukan sosialisasi melalui media masa secara intensif agar masyarakat benar-benar mengerti produk yang harus dijauhi. Temuan ini membuktikan masyarakat tidak terlindungi dari ancaman makanan, minuman dan obat-obatan yang berbahaya bagi tubuh.(H7,H37-77)

Sumber: SUARA MERDEKA - Senin, 06 Agustus 2007 (NASIONAL)

Selengkapnya...

Jumat, 06 Juli 2007

Pernyataan soal SKTM Harus Diralat

SEMARANG- Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi meminta Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari supaya meralat pernyataannya soal 10 persen orang kaya yang berobat menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan membayar Rp 50 ribu kepada ketua RT dan RW. Pernyataan itu dinilai menyesatkan karena bisa menimbulkan keresahan masyarakat.
Dalam pernyataannya Zuber menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Menkes saat rapat kerja dengan Panitia Ad Hoc III dan IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 3 Juli lalu. Menurut dia, dengan pernyataan itu nantinya warga yang benar-benar miskin namun belum memperoleh kartu Askeskin, saat harus menggunakan SKTM tidak bisa terlayani dengan baik oleh pihak rumah sakit.

''Kalau seperti itu, dengan mudahnya orang yang kaya hanya dengan membayar Rp 50 ribu dapat SKTM. Lama kelamaan pihak rumah sakit menjadi keberatan dengan layanan SKTM, karena jumlahnya terus membengkak. Kalau seperti itu, yang dirugikan masyarakat yang benar-benar belum mendapatkan layanan Askeskin,'' kata dia saat di Semarang, Kamis (5/7).
Padahal sesuai data pembagian kartu Askeskin baru bisa terjangkau 65%. Belum terjangkaunya pembagian kartu karena terjadi kesalahan pendataan kemiskinan. Data dari Departemen Kesehatan dan Badan Pusat Statistik berbeda soal jumlah kemiskinan. ''Karena data berbeda terpaksa pembagian kartu dihentikan."

Sumber: Suara Merdeka, Kolom Nasional, 6 Juli 2007

Selengkapnya...

Menkes Berlakukan MPA

Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari menegaskan, pihaknya akan memberlakukan program makanan pendamping ASI (MPA) untuk mengantisipasi kelangkaan susu akibat naiknya harga, Menurut Menkes, akibat hal ini, diperkirakan penderita gizi buruk akan meningkat tajam pada pertengahan 2008.

"MPA ini akan diberikan ke seluruh wilayah Indonesia, yakni 1,86 juta kg bubur dan 5,68 juta kg biskuit ke 33 provinsi," tegas Siti saat menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Kesra di Jakarta, kemarin. Langkah ini dilakukan karena Menkes tidak memiliki kewenangan melakukan operasi pasar (OP) terkait kelangkaan dan mahalnya har­ga susu di pasaran. OP, kata dia, hanya bisa dilakukan oleh Men­teri Perdagangan (Mendag).

Rencananya sebanyak 12 ton bubur dan 128 ton biskuit akan diprioritaskan bagi 64.000 balita usia 6-24 bulan dari masyarakat miskin di DKI Jakarta. MPA ini, ujar dia, akan diberikan dalam jangka waktu 30 hari dan didistribusikan pada 3.673 posyandu di DKI Jakarta. "MPA mengandung vitamin seperti di susu formula;" jelasnya. Menkes mengatakan, seharusnya pemerintah memi­liki badan khusus yang mengatur tata niaga susu. Sebab, saat ini, Sari Husada sebagai produsen susu terbesar di Indonesia sudah menjadi milik asing. Sementara itu, Menkokesra Aburizal Bakrie mengatakan, pemerintah tidak perlu memiliki badan khusus untuk susu. "Ini semua harus punya motivasi profit” terangnya. Sementara badan khusus ini harusnya bersifat layanan umum. Menanggapi hal ini, anggota Komisi IX DPR Zuber Syafawi mengatakan, program MPA ha­rus dilakukan secara konsisten untuk memenuhi kebutuhan, susu bagi masyarakat miskin.

Sumber: Koran Seputar Indonesia, 5 Juli 2007

Selengkapnya...

Tunggakan Askeskin Rp. 900 M

Jakarta (SINDO)- Menteri kesehatan (menkes) Siti Fadilah Supari mengaku, tunggakan dana asusransi kesehatan rakyat miskin (Askeskin) yang belum dibayarkan mencapai Rp00 miliar. Meski demikian , Menkes menyatakan tidak akan memutus kontrak dengan PT Askes. Pihaknya hanya akan melakukan perubahan manajemen. "Misalkan askes nanti bisa diverifikasi oleh ahli. Jadi, hanya perubahan sedikit manajemen," tegas Menkes seusai mengikuti Rakor Kesra di Kemeneg Kesra, Jakarta, kemarin.Menurut dia, tunggakan tersebut terkait erat dengan kesalahan penerapan askeskin yang dilakukan sejumlah rumah sakit. Siti. mengungkapkan, selama ini penggunaan obat oleh dokter tidak ter­kontrol. Sebab, banyak obat harga mahal justru diberikan kepada peserta askeskin. Seharusnya,mereka yang tercatat sebagai peserta askeskin hanya diberi obat-obat berlabel generik saja. "Kadang-kadang dokter menulis obat mereknya sangat banyak sekali. Ini kita tertibkan," tandasnya. Meski demikian, Menkes mengaku,untuk penyakit tertentu, misalnya thalasemia dan kanker, tetap diperbolehkan menggunakan obat tanpa label generik.Selama ini, kata Siti, pemberian resep obat merek terkenal dan mahal tidak terkontrol sehingga tagihan yang diajukan ke PT Askes melonjak. Karena itu, dalam waktu dekat Departemen Kesehatan (Depkes) akari memulai penertiban penggunaan obat bermerek mahal ini.

Dalam rakor itu, Menkes juga melaporkan perkembangan askeskin di masyarakat; Termasuk rencana askeskin di masa depan. Disinggung kendala yang dihadapi terkait penerapan askeskin, dia mengatakan hal itu sudah dilakukan melalui perbaikan manajemen.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi mengatakan, Menkes harus memberikan data tentang para dokter yang kerap memberikan resep obat bermerek dan mahal tersebut. Data ini harus termasuk jumlah dokter dan alasan penggunaan obat tersebut.

"Menkes jangan hanya klaim saja, supaya nanti kalau ada data pemerintah dan DPR bisa mengevaluasi hal itu," tegasnya. Politikus PKS ini mengatakan, kasus pemberian obat ini akan berdampak pada program askeskin ke depan. Mengenai tunggakan di PT Askes, Zuber menyatakan, pihaknya akan melakukan pengecekan.

Diketahui sebelumnya, Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) keberatan dengan beban askeskin yang diberlakukan selama ini.

Sumber: Koran Seputar Indonesia, 5 Juli 2007 Selengkapnya...

Selasa, 03 Juli 2007

Pengawasan BPOM Lemah - Hanya Periksa 6,5% Sampel

SEMARANG- Kinerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) terus disorot terkait masih banyak beredarnya makanan, minuman dan obat-obatan yang tak layak dikonsumsi. Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi saat di Semarang mengungkapkan dalam laporan BPOM di rapat tingkat menteri beberapa waktu lalu, disebutkan instansi itu hanya mampu memeriksa 6,5% sampel dari total produk makanan, minuman dan obat-obatan termasuk bahan kosmetika berizin yang beredar di pasaran. ''Idealnya minimal 10% harus dibeli secara acak di tiap daerah guna dijadikan sampel bagi pengawasan regular,'' kata dia saat di Semarang, Senin (2/7).

Dengan demikian anggota FPKS asal Jateng itu menyatakan masih banyak makanan, minuman dan obat-obatan yang beredar sampai ke masyarakat tanpa pengawasan BPOM. Lemahnya pengawasan itu karena kurang fokusnya badan itu dalam menjalankan tugasnya. Belum lagi koordinasi di tingkat wilayah masih belum selaras dengan instruksi dari pusat. Sesuai dengan Keppres Nomor 166/2000 dan Nomor 103/2001 tentang tugas BPOM yakni memberikan izin dan mengawasi peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. ''Justru yang lebih diminati oleh BPOM adalah memberikan izin daripada pengawasan. Mereka mengaku untuk pengawasan terbentur dengan dana yang terbilang minim, sehingga tidak bisa untuk membeli barang contoh dan operasional penelitian,'' lanjut dia.

Tak Terungkap

Zuber juga menjelaskan, selain pengawasan yang lemah, maraknya berbagai pelanggaran peredaran obat dan makanan disebabkan oleh minimnya tindak lanjut atas kasus yang terungkap. Terbukti dari hasil temuan itu, sedikit sekali yang diajukan ke meja hijau. Sesuai laporan BPOM, selama tahun 2006 dari 699 kasus yang terungkap, ternyata 11 kasus yang diputuskan pengadilan. ''Dengan begitu masih 6% yang bisa ditangani,'' jelasnya. Ke depan, BPOM harus tegas dan terbuka mengenai nama sebuah produk minuman, makanan, suplemen dan kosmetika yang membahayakan masyarakat. ''Jangan hanya sanksi ringan seperti selama ini baru sebatas sanksi administratif, wajib lapor, atau denda yang rendah, Sedangkan sanksi berbentuk kurungan masih sangat sedikit, tegas Zuber.

Sumber: Suara Merdeka, Nasional, 3 Juli 2007
Selengkapnya...

Data Depkes Dinilai tidak Akurat

"Dari kunjungan saya ke beberapa provinsi seperti Jawa Tengah, ternyata banyak masyarakat desa tidak mengetahui bahwa desa mereka telah ditunjuk sebagai Desa Siaga," ungkap anggota Komisi IX DPR RI dari Faksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zuber Safawi pada acara rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari di Jakarta, kemarin. Namun, Zuber menolak membeberkan hasil temuannya itu. Tetapi, anggota DPR itu menyatakan memiliki data soal Desa Siaga. Tdak hanya itu, ia juga menduga pemerintah provinsi telah menyampaikan data Desa Siaga tidak sesuai de­ngan fakta di lapangan. "Data Desa Siaga di tiap provinsi selalu genap. Ada provinsi menya­takan memiliki 5.000 Desa Siaga, dan provinsi lain memiliki 6.000 Desa Siaga. Masa semua datanya (genap) seperti itu," ujar Zuber. Selain itu, Zuber mengkritik pro­ses pelaksanaan Desa Siaga yang dilakukan Depkes. Menurutnya, koordinasi antara pusat dan daerah tidak berjalan. Buktinya, banyak warga desa yang tidak mengetahui apa yang dimaksud Desa Siaga. Depkes juga dinilai tidak cermat dalam mengeluarkan program. Pasalnya, katanya, jumlah sumber daya manusia (SDM) terutama bidan harus ada dalam setiap pos kesehatan desa (poskesdes) yang notabene merupakan syarat Desa Siaga. Faktanya, jumlah bidan masih belum mencukupi untuk memenuhi target pembentukan sekitar 28 ribu Desa Siaga. "Seharusnya, Depkes mempersiapkan jumlah bidan tersebut. Apalagi, sesuai ketentuan pihak pemerintah daerah tidak boleh mengangkat tenaga bidan honorer," ujarnya. Zuber mengusulkan kepada Depkes agar membuat surat keputusan bersama (SKB) dengan Depdagri. Pasalnya, dengan diterapkannya otonomi daerah, Depkes ti­dak dapat memantau atau menginstruksikan pada jajaran Dinas Ke­sehatan di daerah-daerah. Hal senada disampaikan anggota Komisi IX DPR Mariani A Baramuli. la menilai banyak program Depkes yang tidak akan berjalan baik. Salah satunya Desa Siaga.

Depkes bantah

Sementara itu, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Depkes Sri Astuti Suparrnanto membantah pernyataan anggota DPR tersebut. "Jumlah Desa Siaga 2006 itu valid. Ada datanya dan silakan dicek," ujarnya. Perihal SKB dengan Depdagri, ia mengaku Depkes telah membuat itu. Buktinya, lanjut Sri, saat ini berkat SKB tersebut telah terbentuk beberapa Desa Mandiri yang me­rupakan bibit terbentuknya Desa Siaga. Terkait dengan jumlah bidan, menurut Sri, pada 2006 telah terdapat 12.600 bidan untuk 12 ribu Desa Siaga. Sedangkan pada 2007 telah disiapkan 30 ribu bidan yang akan dipersiapkan dari berbagai daerah. Sebelumnya, Sri mengaku sebanyak 60% dari 68.816 desa di Indo­nesia telah memiliki bidan. Sebagian besar desa yang kini belum me­miliki bidan adalah desa-desa yang berada di daerah pedalaman di luar Pulau Jawa. Saat ini, menurul Sri, total jumlah bidan yang ada di desa-desa diper-kirakan hanya tinggal 30 ribu orang. Padahal, sebelumnya pada era 1990-an terdapat sekitar 54 ribu bidan desa. Diperkirakan jumlah bidan, baik di desa maupun di kota, saat ini mencapai 70 ribu bidan.

(Sumber: MEDIA INDONESIA, Selasa 5 Juni 2007)

Selengkapnya...

Data Kematian Ibu Melahirkan Dinilai Tak Akurat

JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) belum pernah mengeluarkan data tahun 2005 tentang angka kematian ibu melahirkan. Ba­dan ini hanya mengeluarkan data survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002/2003. "Hasil survei demografi terbaru ada kemungkinan baru dilaporkan pertengahan tahun depan," kata Deputi Bidang Analisis Sosial BPS Arizal kemarin. Departemen Kesehatan sebelumnya mengklaim angka kematian ibu melahirkan turun pada 2003, yaitu 307 per 100 ribu kelahiran. Direktur Kesehatan Ibu Departemen Kese­hatan Sri Hermianti menyatakan BPS mengeluarkan data angka ke­matian ibu 2005 sebesar 262 per 100 ribu kelahiran. Arizal mengatakan BPS juga tak pernah-mengeluarkan angka proyeksi kematian ibu melahirkan antara tahun survei dan tahun survei berikutnya, Sampelnya masih kecil untuk menghitung ukuran per 100 ribu kelahiran, apalagi faktor-faktor kematian ini kompleks' katanya. Anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Zuber Safawi, menyayangkan ketidakjelasan angka kematian ibu laporan Departemen Kesehatan. "Kalau benar da­ta itu bukan dari BPS, saya merasa tertipu," katanya di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin. Zuber mengaku ragu terhadap angka kematian ibu versi Departemen Kesehatan. Angka itu dinilai terlalu menurun tajam. Padahal, katanya, masih banyak program Departemen Kesehatan yang belum maksimal. la menduga angka Departemen Kesehatan hasil manipulasi staf di Departemen Kesehatan. la menilai data akurat angka kematian ibu sangat penting bagi masyarakat Dari angka tersebut, Dewan bisa mengalokasikan anggaran guna menekan angka kematian ibu. (Sumber KORANTEMPO KAMIS, 14 JUNI 2007)

Selengkapnya...

Senin, 02 Juli 2007

24% Iklan Obat Tak Penuhi Standar


SEMARANG- Masyarakat diminta waspada dan selektif dalam memilih obat-obatan. Menurut anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi, banyak iklan obat yang tidak memenuhi standar (TMS) sehingga menyesatkan.Berdasarkan pro-review yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Jakarta, dari 234 iklan obat yang dipantau, 24% tidak memenuhi standar. Di samping itu, dari 242 iklan obat tradisional, 28 atau 20% juga menyesatkan dan dari 114 iklan produk suplemen makanan yang beredar, ditemukan pelanggaran 17 buah (15%), serta dari 710 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan 184 (25,91%) masih belum memenuhi ketentuan. ''Masyarakat perlu mewaspadai iklan yang menyesatkan. Baik itu untuk produk obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik, dan produk pangan yang beredar. Di tengah iklim kompetisi media iklan memang penting, namun banyak pula yang menyesatkan konsumen,î kata Zuber saat di Semarang, Minggu (10/6).


Mengelabuhi
Menurut anggota F-PKS asal Jateng tersebut, kecenderungan periklanan saat ini melebihkan bahkan cenderung mengelabuhi konsumen. Contoh, iklan yang berlebihan adalah klaim produk pangan yang mengandung zat tertentu seperti suplementasi asam lemak omega-6 yakni arachidonic acid (AA) atau (ARA) dan asam lemak omega-3 yakni docosahexaenoic acid (DHA) dalam susu formula. Padahal Badan POM telah menetapkan ketentuan tentang ketentuan pokok pengawasan pangan fungsional nomor HK.00.05.52.0685 yang mengatur bahwa susu formula tidak boleh mencantumkan klaim kecuali klaim gizi misalnya rendah laktosa. ''Informasi tentang AA/DHA hanya boleh dicantumkan dalam informasi nilai gizi. Kalau tidak cermat, langkah ibu yang terpresepsi iklan ini akan memengaruhi pertumbuhan anak. Sementara untuk produk kosmetik ada upaya seolah-olah mengobati, berlebihan, dan menggunakan pengakuan yang tidak benar. Semua bisa menyesatkan bahkan seharusnya ada sanksi hukum yang diberikan, lanjut Zuber.Anggota DPR RI yang membidangi masalah kesehatan itu berharap semua pihak ikut memberikan penjelasan yang benar terhadap masyarakat, dokter, dan pihak Dinas Kesehatan. Sementara, bagi produsen yang melakukan kesalahan perlu segera menarik iklan yang beredar. Kalau terbukti melakukan pelanggaran hukum, semestinya ditindak tegas.

Sumber: NASIONAL SUARA MERDEKA (Senin, 11 Juni 2007)

Selengkapnya...

Toko dan Swalayan Perlu Diawasi

SEMARANG- Komisi E DPRD Jateng mendesak Balai POM Semarang merazia toko obat, jamu, swalayan, dan tempat penjualan obat atau kosmetika yang dicurigai menjual barang di luar ketentuan pemerintah. Anggota Komisi E DPRD Jateng Sarwono menduga, dari 26.644 dus, 1.850 renteng, dan ribuan bungkus obat dan jamu palsu yang disita di Kota Tegal bisa jadi sebagian sudah telanjur beredar di wilayah lain Jateng, termasuk Semarang.

"Kami minta BPOM mengoperasi toko obat, swalayan, dan toko kecil lain. Sebab, kemungkinan peredaran kosmetika atau obat dan jamu palsu sudah sampai ke masyarakat dan jumlahnya sangat besar. Tujuan kami bukan mempersulit penjual, produsen maupun pelaku usaha, tapi semata-mata untuk melindungi masyarakat,'' katanya, kemarin. Politikus dari PDI-P itu menga takan, adanya temuan obat/jamu palsu atau yang mengandung bahan kimia berbahaya di Kota Tegal, pekan lalu, bukan kejadian kali pertama di Jateng. Sebelumnya, hal serupa pernah terjadi di Cilacap.Berdasarkan pengamatannya, saat ini banyak beredar kosmetika yang diragukan keasliannya dan bahkan mengandung zat yang membahayakan konsumen. Sarwono meminta ada ketegasan dari pihak BPOM untuk menindak penjual, pengedar, dan produsen obat, jamu, dan kosmetika berbahaya itu.

Suara Merdeka juga mencatat, pada awal Juni 2007 lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Jakarta telah meminta 30 produsen obat tradisional di Jateng agar menarik produknya karena mengandung bahan kimia yang merugikan. Anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi merinci bahwa dari 30 produsen obat tradisional itu, sebanyak 21 produsen berada di daerah Cilacap. Adapun sisanya tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Zuber memperkirakan, peredaran obat-obatan tradisional yang mengandung bahan kimia itu tidak tersebar jauh dari wilayah Jawa Tengah. Sebab rata-rata produsen merupakan industri kecil dan menengah.

Diumumkan
Sarwono mengatakan, selama ini BPOM enggan mengumumkan kepada masyarakat nama atau merek obat, jamu, dan kosmetika berbahaya. Alasannya, harus lapor dulu ke Jakarta, sehingga pihak pusatlah yang membeberkan, termasuk menindaklanjuti. Menurut dia, mekanisme semacam itu terlalu berbelit. Padahal konsumenlah yang terkena imbas langsung. ''Semestinya, kalau sudah melalui uji laborat dan ditemukan ada pelanggaran, ya dibeberkan saja. Keberadaan obat semacam itu jelas merusak organ tubuh. Kalaupun harus melaporkan ke pusat, kami minta waktunya jangan terlalu lama,'' katanya.

Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda