Rabu, 21 April 2010

House to Give Priority on Medication Bill For 2011

A legislator from Commission IX overseeing health, labor and welfare at the House of Representatives says that the country needs a bill on medication to be included in the National Legislative Program for 2011.

As this bill is not included in the 2010 National Legislative Program, we want to urge fellow legislators at Commission IX to push this bill for inclusion in the 2011 program,” Zuber Safawi from the Prosperous Justice Party (PKS) said as quoted by the House’s official website during a hearing with the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) in Jakarta on Thursday.

Zuber made the remarks in response to a statement from BPOM chairman Kustantinah, who said that the agency needed a stronger legal basis to fully conduct its function.

“We need your full support as legislators for the endorsement of passing the medication bill into law,” Kustantinah said.

The Jakarta Post, Kamis 28 Januari 2010 Selengkapnya...

Rabu, 14 April 2010

Pemerintah Didesak Terapkan SJSN

Pemerintah dan legislatif didesak membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tidak berorientasi laba dan merevisi UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pemerintah juga diminta segera memberlakukan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sekaligus menggantikan keberadaan UU tentang Jamsostek.

"BPJS harus menganut prinsip-prinsip nirlaba, gotong royong, akuntabilitas, keterbukaan, dan lain-lain," tegas Said Iqbal, Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial untuk Rakyat dan Pekerja/Buruh.

Dia mengungkapkan tuntutan itu saat aksi sekitar 3.000 pekerja dari 46 serikat pekerja/ serikat buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial untuk Rakyat dan Pekerja/Buruh di depan gedung DPR/MPR kemarin.

Komite aksi yang diklaim mewakili 3,4 juta orang dari 11.786 unit kerja tingkat perusahaan dari 30 provinsi itu menuntut BPJS bukan perusahaan berorientasi laba dan dibebaskan dari kewajiban menyetor dividen dan pajak kepada pemerintah, serta berstatus hukum wali amanat.Menurut Iqbal yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), perbaikan sistem jaminan sosial sudah mendesak.

Salah satu bagian komite itu, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pekerja (Aspek) Indonesia Muhamad Rusdi menyatakan selama ini pemerintah tidak serius menyejahterakan warga negaranya dengan memberikan jaminan sosial yang memadai. Pasalnya, negara wajib memberikan jaminan sosial yang tidak diskriminatif dan limitatif, sehingga dibutuhkan perbaikan dari perundangan yang sudah ada mengenai jaminan sosial dan lembaga penyelenggaranya.

"Bagi masyarakat golongan bawah dan pekerja yang mempunyai penghasilan standar upah minimum tidak mampu mencukupi biaya hidup, apalagi memiliki jaminan sosial, bahkan pemerintah lamban mengurus masalah ini," katanya. Dia menjelaskan pekerja/buruh menuntut hak konstitusi sebagai warga negara untuk meminta kesejahteraan kepada pemerintah dan perangkat negara lainnya dengan memberlakukan SJSN secara komprehensif, tidak diskriminatif dan limitatif.

Saat ini, Rusdi menilai jaminan kesehatan yang menjadi bagian dari jaminan sosial nasional hanya melayani pekerja pada saat mereka bekerja, sehingga ketika pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau memasuki usia pensiun tidak memperoleh jaminan kesehatan lagi.

"Program pensiun yang berlaku saat ini juga sangat diskriminatif, karena hanya diperuntukkan untuk PNS [pegawai negeri sipil]
saja, sedangkan para pekerja swasta atau formal tidak mendapatkannya," ungkapnya.

Direktur Utama PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga menilai saat ini SJSN dapat diimplementasikan jika ada kemauan politik dari pemerintah. "Dalam hal ini, implementasi SJSN sesuai dengan peta jalan yang disiapkan Dewan SJSN, sehingga tujuan membangun negara berkesejahteraan bisa dilakukan secara bertahap, tapi pasti," ungkapnya, baru-baru ini.

Menurut Hotbonar, penyelenggaraan jaminan sosial merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang sejahtera, apalagi sudah mempunyai payung hukum berupa UU SJSN, ditambah empat badan penyelenggara, yakni PT Jamsostek (Persero), PT Askes, PT Taspen dan PT Asabri.

Mengenai amendemen UU Jamsostek, Said Iqbal menegaskan harus secepatnya dilakukan pemerintah. Sistem jaminan sosial tenaga kerja belum memberikan manfaat optimal bagi pesertanya. "Alasan ekonomi itu keliru. Justru di kala ekonomi negara mulai merangkak, akumulasi premi atau iuran jaminan sosial dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi pembangunan," tutur Iqbal.

Jika tuntutan pekerja itu diabaikan, mereka mengancam akan terus bergerak di berbagai daerah di Indonesia dengan puncaknya pada May Day 1 Mei 2010 di DPR, Istana, dan DPRD.

Zuber Safawi, anggota Komisi IX DPR RI, mengatakan sedang menggodok draf rancangan pemerintah pengganti UU tentang BPJS. Jika sesuai dengan rencana, lanjutnya, pengesahan peraturan pemerintah pengganti UU tentang BPJS dapat berlangsung pada masa persidangan II/2011. "Sekarang masih dalam tahap inisiasi, kami berharap pada akhir masa persidangan III Juli (2010) nanti, draf ini sudah menjadi RUU inisiatif DPR," ujarnya.

Draf itu memuat beberapa isu penting terkait penyelenggaraan jaminan sosial yang akan menjadi sorotan, antara lain bentuk BPJS. (02)

Harian Bisnis Indonesia, Selasa 6 April 2010 Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda