Rabu, 29 Februari 2012

TENAGA KERJA: DPR minta pemerintah perluas balai latihan kerja

JAKARTA: Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah untuk memperluas balai latihan kerja dan memanfaatkan fasilitas sekolah menengah kejuruan sebagai upaya mengatasi pengangguran.

Menurut Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, pemerintah diminta secara progresif mengatasi pengangguran terbuka yang jumlahnya terus bertambah dengan memperluas jenis dan jumlah balai latihan kerja (BLK) di seluruh Indonesia.

“Mengingat minimnya jumlah BLK yang berfungsi, ada opsi untuk memanfaatkan fasilitas SMK [sekolah menengah kejuruan] yang tersebar di berbagai daerah,” ujarnya, hari ini.

Dia memperkirakan jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada 2012 masih di seputar angka 7% atau sekitar 8,4 juta orang dari total angkatan kerja, yakni sebanyak 120 juta orang.

Target pemerintah, lanjutnya, adalah menurunkan angka pengangguran menjadi sekitar 4% pada 2014.

Zuber menjelaskan untuk meningkatkan penyerapan pasar kerja dan pembukaan lapangan kerja baru, pemerintah harus berupaya menghasilkan sebanyak mungkin tenaga kerja terampil.

“Tenaga terampil salah satunya dapat diperoleh melalui pelatihan di BLK, sehingga diperlukan adanya revitalisasi balai latihan itu,” ungkapnya.

Namun, dia menambahkan hal itu terkendala oleh masih minimnya jumlah BLK yang berfungsi optimal, yakni dari 316 BLK di seluruh Indonesia ternyata hanya 20 balai yang berfungsi optimal.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu menuturkan pada dasarnya tidak mungkin mengatasi sekitar 8 juta orang pengangguran dengan BLK yang ada.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah perlu melakukan terobosan kreatif yang ekstrim, karena jumlah SMK yang beragam dan jauh lebih banyak dan tersebar di setiap daerah.

Zuber menilai perlu dicari solusi dengan memanfaatkan SMK sebagai BLK tambahan, sehingga perlu ada kerja sama yang baik antara Menakertrans dan Mendikbud.

“Pemanfaatan SMK sebagai BLK dimungkinkan, terutama saat libur sekolah atau setiap libur akhir pekan, teknisnya dapat dirincikan oleh kedua kementerian terkait,” tuturnya.

Saat ini, jumlah SMK yang terdaftar di Indonesia mencapai 9.875 sekolah, terdiri dari SMK negeri maupun swasta dan tersebar di 33 provinsi.

Jumlah sekolah kejuruan itu masih akan terus bertambah, mengingat pemerintah berencana meningkatkan komposisi SMK terhadap SMU menjadi 60:40.

“Coba bandingkan dengan jumlah total BLK yang hanya 316 unit, terdiri dari UPTP atau UPTD [unit pelaksana teknis pusat dan daerah],” tukasnya.

Kerja sama antara SMK-BLK juga akan memberi manfaat bagi kedua instansi, sehingga hubungan mutualisme akan terbentuk, seperti transfer ilmu dan pelatihan antartenaga pendidik atau penempatan lulusan sekolah kejuruan dalam link pasar kerja.
(faa)

Sumber: Bisnis Indonesia, 24 Februari 2012
Selengkapnya...

Segera Tuntaskan RUU PRT

Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT) dapat segera dituntaskan. “Sikap kami dan Fraksi PKS mendesak agar RUU PRT menjadi prioritas, terutama dalam sisi perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi PRT,” kata dia, dalam rilis yang diterima Harsem, kemarin.

Pentingnya RUU tersebut menurut Zuber karena merupakan bagian dari tugas negara dalam memberikan perlindungan bagi setiap warganya di setiap lapisan, tak terkecuali PRT. “Hal ini sesuai dengan falsafah dasar negara kita, yakni keadilan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia,” imbuh dia.

Selain itu, sebagai warga negara yang dijamin hak asasinya oleh negara, PRT disinyalir sangat rentan mengalami pelanggaran hak asasi. “Misalnya tak ada ketentuan jam kerja, tak ada cuti atau libur, upah yang minim, hingga ancaman kekerasan fisik, verbal, maupun seksual,” urainya.

ANGKAT MARTABAT
Pengesahan RUU PRT, menurut Zuber justru akan mengangkat martabat Indonesia di mata dunia, sebagai negara demokratis yang mengedepankan perlindungan terhadap hak asasi warga negara secara merata dan berkeadilan. Terlebih, Indonesia sebagai penyedia jasa PRT terbesar ke luar negeri, RUU PRT akan dapat mengangkat posisi tawar Indonesia di mata negara penempatan.

“Ada hal yang sering ditanyakan oleh pihak pemerintah negara penempatan TKI, seperti Malaysia atau negara-negara Timur Tengah, terutama kenapa tidak ada regulasi yang mengatur pekerja rumah tangga di Indonesia,” katanya lagi.

Hal itulah yang masih menjadi ganjalan dan pertanyaan logis, bagaimana mau mengatur PRT yang bekerja di luar negeri, sementara belum ada Undang-Undang yang mengatur perlindungan PRT di tanah air sendiri. Untuk memaksimalkan perlindungan dan jaminan pemenuhan hak terhadap PRT, maka administrasi kependudukan mutlak untuk dibenahi secara nasional.

Data tersebut juga bermanfaat dalam penentuan jaminan sosial seluruh rakyat, termasuk PRT, yang pelaksanaannya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 2014. Hal itu penting, mengingat minimnya data mengenai jumlah PRT yang ada, disinyalir karena luput dari pendataan penduduk atau banyak yang tidak memiliki KTP. Baru ada Studi ILO–IPEC 2002 tentang jumlah PRT secara nasional sejumlah 2.593.399 orang.

“RUU ini akan menyetarakan kedudukan PRT sebagai warga negara yang memiliki kedudukan sama di mata hukum dan mendapat hak jaminan sosial yang sama pula,” tuturnya. RUU PRT akan menjadi pelengkap bagi regulasi nasional, di samping revisi Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang ketenagakerjaan yang juga tengah dibahas Komisi IX DPR. “PRT membutuhkan regulasi tersendiri karena keberadaannya berbeda dengan pekerja formal, namun memiliki hak asasi yang sama-sama dijamin negara,” tambahnya.
(ano/tab)

Sumber: Harian Semarang, 21 Februari 2012
Selengkapnya...

MoU RI-Malaysia soal TKI harus diawasi

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi meminta pemerintah pusat mengawasi jalannya Memorandum of Understanding (MoU) antara RI-Malaysia terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) informal menjelang pemberangkatan kembali TKI ke Malaysia.

Untuk menekan jumlah kasus TKI bermasalah di Malaysia, terutama karena terlibat masalah hukum dan kriminalitas, menurut Zuber, perlu pengawasan ketat sejak dari proses perekrutan TKI. "Karena pencabutan moratorium TKI ke Malaysia atas dasar tercapainya kesepakatan dan MoU keduabelah pihak, jadi harus diawasi betul," ujar Zuber hari ini.

Pemberangkatan TKI sektor domestik atau penata laksana rumah tangga (PRLT) ke Malaysia kembali dibuka awal Maret tahun ini, setelah dicabutnya moratorium sejak 1 Desember 2011.

Hal-hal yang perlu diawasi dan tertuang dalam Protokol MoU tersebut, antara lain bahwa TKI berhak menyimpan paspornya sendiri dan bukan majikan, TKI memiliki hak libur satu hari per pekan, dan dibolehkannya hak akses berkomunikasi. Di samping itu, dimuat perjanjian kerja bersama yang memuat kesepakatan tersebut dengan melibatkan pihak terkait, yakni TKI, majikan, Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), agensi yang sudah disetujui dan disahkan oleh perwakilan kedua negara.

Untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan MoU tersebut, pemerintah pusat perlu melakukan langkah antisipatif untuk meningkatkan efektivitas pelayanan dan perlindungan. Antara lain, dengan segera bentuk kantor rintisan pelayanan TKI di Malaysia untuk membantu fungsi atase ketenagakerjaan dalam melayani permasalahan TKI serta meningkatkan pengawasan.

"Joint Task Force yang merupakan bentukan kedua negara dalam memonitor jalannya MoU tersebut perlu memberi laporan secara berkala, baik kepada pemerintah maupun publik dalam rangka transparansi. Informasi ini penting juga bagi masyarakat, terutama keluarga TKI di Tanah Air untuk memberi rasa aman dan kepastian perlindungan bagi mereka yang bekerja di Malaysia," tutur Zuber.

Terkait pelayanan yang efektif dan berkualitas, Zuber meminta Kementerian Tenaga Kerja, dinas tenaga kerja di daerah, maupun Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di daerah untuk mengadakan unit pelayanan pemberangkatan TKI satu atap. "Kita harus meningkatkan efisiensi pelayanan dengan sistem satu atap, sehingga memudahkan bagi kedua pihak, baik calon TKI maupun pemerintah, sehingga tak ada lagi perbedaan data dan saling lempar tanggung jawab ketika datang masalah," ungkapnya.

Sumber: Waspada, 14 Februari 2012
Selengkapnya...

Rabu, 15 Februari 2012

DPR Minta Pemberangkatan TKI Diperketat

JAKARTA - Terkait TKI asal jawa tengah yang mayoritas meminati pasar Malaysia dengan jumlah yang sangat besar, Anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safawi meminta agar Disnaker setempat berkoordinasi dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) daerah untuk mengadakan unit pelayanan pemberangkatan TKI satu atap.

“Kita harus meningkatkan efisiensi pelayanan dengan sistem satu atap, sehingga memudahkan bagi kedua belah pihak, baik calon TKI maupun pemerintah, sehingga tak ada lagi perbedaan data dan saling lempar tanggung jawab ketika datang masalah,” ujarnya.

Disnaker maupun BP3TKI juga diminta untuk memperketat pengawasan terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia –Swasta (PPTKIS). “TKI yang berangkat harus lewat PPTKIS yang terdaftar di Disnaker setempat, agar jelas jalur pertanggungjawabannya,” tambah dia.

Selain itu, pihaknya juga meminta Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kemenakertrans dan Kemenlu untuk mengawasi jalannya Memorandum of Understanding (MOU) terkait TKI antara RI-Malaysia yang sudah diteken keduabelah pihak.

Dalam Protokol MOU tersebut, antara lain disepakati soal penyimpanan paspor oleh TKI, pemberian hak libur atau cuti selama satu hari per pekan, pengendalian cost structure atau biaya penempatan, dan dibolehkannya hak akses berkomu

nikasi. Di samping itu, dimuat perjanjian kerja (PK) bersama yang memuat kesepakatan tersebut dengan melibatkan pihak terkait yakni TKI, majikan, PPTKIS, agensi yang sudah disetujui dan disahkan oleh perwakilan kedua negara.

Sumber: Harian Sore Wawasan, 14 Februari 2012
Selengkapnya...

Disnaker Diminta Berkoordinasi dengan BP3TKI

JAKARTA, suaramerdeka.com - Terkait TKI asal jawa tengah yang mayoritas meminati pasar Malaysia dengan jumlah yang sangat besar, Anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safawi meminta agar Disnaker setempat berkoordinasi dengan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) daerah untuk mengadakan unit pelayanan pemberangkatan TKI satu atap.

“Kita harus meningkatkan efisiensi pelayanan dengan sistem satu atap, sehingga memudahkan bagi kedua belah pihak, baik calon TKI maupun pemerintah, sehingga tak ada lagi perbedaan data dan saling lempar tanggung jawab ketika datang masalah,” ujarnya.

Disnaker maupun BP3TKI juga diminta untuk memperketat pengawasan terhadap Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia –Swasta (PPTKIS). “TKI yang berangkat harus lewat PPTKIS yang terdaftar di Disnaker setempat, agar jelas jalur pertanggungjawabannya,” tambah dia.

Selain itu, pihaknya juga meminta Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kemenakertrans dan Kemenlu untuk mengawasi jalannya Memorandum of Understanding (MOU) terkait TKI antara RI-Malaysia yang sudah diteken keduabelah pihak.

Dalam Protokol MOU tersebut, antara lain disepakati soal penyimpanan paspor oleh TKI, pemberian hak libur atau cuti selama satu hari per pekan, pengendalian cost structure atau biaya penempatan, dan dibolehkannya hak akses berkomunikasi.

Di samping itu, dimuat perjanjian kerja (PK) bersama yang memuat kesepakatan tersebut dengan melibatkan pihak terkait yakni TKI, majikan, PPTKIS, agensi yang sudah disetujui dan disahkan oleh perwakilan kedua negara.
( RED , Andika Primasiwi / CN26 / JBSM )

Sumber: Suara Merdeka, 14 Februari 2012
Selengkapnya...

DPR Minta Pemberangkatan TKI Diperketat

JAKARTA, suaramerdeka.com - Dibukanya kembali pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia awal Maret ini harus disertai pengetatan pengawasan serta pembenahan terhadap pelayanan TKI sejak pra penempatan, masa penempatan, dan pemulangan. Demikian permintaan Anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safawi di Jakarta, Selasa (14/2).

Pasca dicabutnya moratorium pengiriman TKI ke Malaysia, awal Desember tahun lalu, kini pasar TKI sektor domestik atau penata laksana rumah tangga (PRLT) kembali siap diberangkatkan. Zuber mengingatkan agar koordinasi di semua instansi terkait semakin ditingkatkan, terutama terkait dengan pelayanan TKI.

“Sejak proses rekrutmen, pendaftaran, seleksi calon TKI (CTKI), hingga siap diberangkatkan ke luar negeri di setiap Dinas Tenaga Kerja pemerintah daerah harus diperketat,” tuturnya dalam rilis yang diterima suaramerdeka.com, Selasa (14/2).

Hal itu bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus TKI bermasalah di negara penempatan seperti Malaysia dan berujung pada pemberlakuan moratorium. Menurut data Disnakertransduk Jateng, sekitar 19 ribu TKI asal Jawa Tengah siap diberangkatkan, dan ini menambah jumlah 63 ribu TKI yang sudah berada di 36 negara penempatan.

Dirinya juga berharap peran serta Pemerintah Daerah, terutama di kantong-kantong penyedia TKI untuk lebih menguatkan perhatiannya ke bawah. “Pemda diminta mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat terkait prosedur dan mekanisme persyaratan untuk bekerja di Malaysia secara masif dan transparan,” kata Politisi PKS asal Semarang ini. ( RED , Andika Primasiwi / CN26 / JBSM )

Sumber: Suara Merdeka, 14 Februari 2012

Selengkapnya...

Pemerintah Harus Awasi MoU dengan Malaysia soal TKI

JAKARTA, KOMPAS.com -- Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi meminta pemerintah pusat mengawasi jalannya Memorandum of Understanding (MoU) antara RI-Malaysia terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI) informal menjelang pemberangkatan kembali TKI ke Malaysia.

Untuk menekan jumlah kasus TKI bermasalah di Malaysia, terutama karena terlibat masalah hukum dan kriminalitas, menurut Zuber, perlu pengawasan ketat sejak dari proses perekrutan TKI.

"Karena pencabutan moratorium TKI ke Malaysia atas dasar tercapainya kesepakatan dan MoU keduabelah pihak, jadi harus diawasi betul," ujar Zuber, Selasa (14/2/2012) di Jakarta.

Pemberangkatan TKI sektor domestik atau penata laksana rumah tangga (PRLT) ke Malaysia kembali dibuka awal Maret tahun ini, setelah dicabutnya moratorium sejak 1 Desember 2011.

Hal-hal yang perlu diawasi dan tertuang dalam Protokol MoU tersebut, antara lain bahwa TKI berhak menyimpan paspornya sendiri dan bukan majikan, TKI memiliki hak libur satu hari per pekan, dan dibolehkannya hak akses berkomunikasi. Di samping itu, dimuat perjanjian kerja bersama yang memuat kesepakatan tersebut dengan melibatkan pihak terkait, yakni TKI, majikan, Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), agensi yang sudah disetujui dan disahkan oleh perwakilan kedua negara.

Untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan MoU tersebut, pemerintah pusat perlu melakukan langkah antisipatif untuk meningkatkan efektivitas pelayanan dan perlindungan. Antara lain, dengan segera bentuk kantor rintisan pelayanan TKI di Malaysia untuk membantu fungsi atase ketenagakerjaan dalam melayani permasalahan TKI serta meningkatkan pengawasan.

"Joint Task Force yang merupakan bentukan kedua negara dalam memonitor jalannya MoU tersebut perlu memberi laporan secara berkala, baik kepada pemerintah maupun publik dalam rangka transparansi. Informasi ini penting juga bagi masyarakat, terutama keluarga TKI di Tanah Air untuk memberi rasa aman dan kepastian perlindungan bagi mereka yang bekerja di Malaysia," tutur Zuber.

Terkait pelayanan yang efektif dan berkualitas, Zuber meminta Kementerian Tenaga Kerja, dinas tenaga kerja di daerah, maupun Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di daerah untuk mengadakan unit pelayanan pemberangkatan TKI satu atap.

"Kita harus meningkatkan efisiensi pelayanan dengan sistem satu atap, sehingga memudahkan bagi kedua pihak, baik calon TKI maupun pemerintah, sehingga tak ada lagi perbedaan data dan saling lempar tanggung jawab ketika datang masalah," ungkapnya.

Sumber: Kompas, 14 Februari 2012
Selengkapnya...

Asuransi TKI Perlu Dikaji Ulang

SEMARANG- Anggota Komisi IX Bidang Ketenagakerjaan DPR Zuber Safawi menyebut keberadaan asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI) perlu dikaji ulang. Pasalnya, perlindungan terhadap buruh migran itu belum diberikan maksimal.

Asuransi dinilai tak memberikan manfaat, justru hanya menambah beban biaya mereka. Faktanya, serapan pencairan klaim rendah sedangkan persyaratan sulit dan berbelit.

Padahal setiap TKI wajib menyetor premi Rp 400.000 sebelum bekerja ke luar negeri. “Kami banyak mendapat laporan dan keluhan dari masyarakat bahwa asuransi TKI tidak sesuai klaim perlindungan berdasarkan peraturan.

Syarat klaim cenderung dipersulit, penolakan klaim juga meningkat sehingga asuransi TKI perlu dikaji ulang,” tandas politikus PKS tersebut, Rabu (8/2).

Sesuai peraturan Kemenakertrans No 7 Tahun 2010 tentang Asuransi TKI, buruh migran wajib mengikuti program tersebut. Asuransi itu merupakan perlindungan terhadap TKI, baik sebelum, selama bekerja, dan setelah penempatan.

Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), penolakan terhadap TKI yang mengajukan klaim terus meningkat sejak 2010-2011.

Pada 2010, dari pengajuan klaim sebanyak 1.020, sebanyak 85,78 persen atau 875 di antaranya ditolak. Pada 2011, terdapat 14.854 klaim yang diajukan TKI. Namun, 41,44 persen atau 6.156 di antaranya ditolak.

Otomatis
Menurut Zuber, jumlah TKI bermasalah berdasarkan kedatangan ke tanah air selama 2010- 2011 adalah 113.910 orang. Adapun yang mengajukan klaim hanya 13,93 persen atau 15.874 orang.

Data itu menunjukkan TKI pemegang polis tidak mendapatkan hak asuransi sebagaimana mestinya. “Idealnya, pemegang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang diwajibkan membayar premi asuransi TKI pada awal mendaftar otomatis menjadi pemegang polis asuransi. Karena itu, tak diperlukan syarat bermacam-macam tapi cukup menunjukkan KTKLN untuk klaim,” paparnya.

Konsorsium proteksi sebagai pelaksana tunggal asuransi TKI seharusnya memberikan perlindungan secara proaktif. Seluruh TKI bermasalah dapat didata sehingga konsorsium bisa menjemput bola.

Misalnya, Jasa Marga bisa langsung memberi santunan begitu ada TKI yang mengalami kecelakaan. Jenis asuransi bermacam-macam seperti meninggal dunia, sakit, kecelakaan, masalah hukum, penganiayaan, upah tak dibayar, hingga gagal berangkat.

Zuber berharap, asuransi mampu memberikan perlindungan dan prosesnya bisa berjalan benar. Bila sistem ini tak juga diperbaiki, harus dihapuskan. (J17,J14-65)

Sumber: Suara Merdeka, 9 Februari 2012
Selengkapnya...

PRODUK HALAL: Pemerintah Diminta Antisipasi RUU

JAKARTA. (Bisnis.com). DPR meminta pemerintah mengantisipasi Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang masih dibahas oleh lembaga legislatif, terutama dalam mempersiapkan produk obat dan vaksin yang halal.

“Anstisipasi yang cepat baik oleh Kementerian Kesehatan, Badan POM ataupun produsen obat saat pembahasan RUU Jaminan Produk Halal ini akan sangat berguna jika pada waktunya peraturan itu ditandatangani,” kata anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi, Kamis 9 Februari 2012.

Menurut dia, nantinya RUU tersebut mengatur produk konsumsi yang halal, seperti pangan, obat-obatan, dan kosmetik, sehingga membuat pasar produk obat dan vaksin halal sangat terbuka lebar secara nasional ataupun internasional.

“Terbukanya pasar obat itu terbukti dengan dukungan dari WHFC [World Halal Food Council atau Dewan Pangan Halal Dunia] yang meminta Indonesia sebagai pusat produk halal dunia dalam sebuah seminar internasional bulan lalu,” ungkapnya.

Zuber menilai pemerintah harusnya tanggap melihat peluang ini, tidak berarti mewajibkan labelisasi halal, tapi dengan menyediakan produk obat dan vaksin halal secara seimbang, serta pasar yang akan menentukan.

Selain itu, Komisi IX DPR juga meminta pemerintah untuk menjajagi produk obat dan vaksin halal, karena distribusi jenis tersebut sangat minim, apalagi rancangan undang-undang jaminan produk halal dibahas tengah lembaga legislatif.

“Kementerian Kesehatan dan Badan POM seharusnya mulai menjajaki kerja sama dengan lembaga sertifikasi halal, seperti LPPOM MUI [Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia] untuk mengantisipasi tuntutan akan produk obat dan vaksin yang halal,” jelasnya.

Zuber menegaskan sampai saat ini sangat minimnya produk obat halal yang beredar, sehingga pemerintah harus memberi perhatian serius untuk hal itu agar tidak terlambat mengantisipasi.(bas)

Sumber: Bisnis.com, Selasa, 9 Februari 2012

Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda