Selasa, 08 Juli 2008

Anggota DPR Usulkan Program Reorientasi Ketahanan Keluarga

Jakarta-RoL-- Anggota F-PKS DPR Zuber Safawi berpendapat, berkurangnya ketahanan keluarga Indonesia saat ini tidak luput dari kurangnya perhatian pemerintah dalam mengedukasi dan mendorong masyarakat untuk mewujudkan keluarga sehat.

Pemerintah yang dalam hal ini Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menurut Zuber di Gedung DPR Jakarta, Senin, belum mampu mewujudkan sebuah tatanan keluarga sehat dan sejahtera secara aplikatif.

"Target-target BKKBN selama ini juga amat kuantitatif dan belum menyentuh akar masalah, yakni bagaimana menciptakan ketahanan keluarga yang sehat dan sejahtera secara utuh," katanya.

Menurut Zuber, ada banyak faktor yang menyebabkan memudarnya ketahanan keluarga sehingga memunculkan dinamika sosial yang buruk semisal fenomena broken home, penyalahgunaan narkoba, himgga tawuran pelajar.

"Meski secara ekonomi cukup, namun prilaku anggota keluarga mengalami keretakan yang akut. Begitu pula pola hidup, serbuan globalisasi dan efek media massa telah turut andil memperlemah ketahanan keluarga saat ini," ujarnya.

Terkait dengan hal itu, Zuber berpendapat, serangkaian program ketahanan dan pemberdayaan keluarga yang dijalankan BKKBN tidak cukup lagi sekedar penekanan pada ekonomi dan kurang menyentuh pembentukan keluarga yang berkarakter.

Lebih lanjut dia mengatakan langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan reorientasi pembangunan keluarga dengan memperjelas profil keluarga yang sehat produktif.

Profil keluarga Indonesia juga harus memperhatikan keseimbangan antara faktor religiusitas, mental ekonomi dan sosial. "Kedua memperjelas pembagian tugas, wewenang dan fungsi lembaga-lembaga terkait yang muara programnya pada pembangunan keluarga," ujarnya.

Selain itu, ia juga mengatakan, pemerintah dituntut untuk bisa meyakinkan pada daerah-daerah bahwa program ketahanan dan pemberdayaana keluarga adalah investasi jangka panjang yang strategis dan bernilai bagi kesejahteraan masyarakat setempat. antara/mim.

Sumber : Harian Republika, Senin 30 Juni 2008

Selengkapnya...

Senin, 07 Juli 2008

Ancaman Gizi Buruk Pasca Kenaikan Harga BBM

Bagi pemerintah, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mungkin bisa mengurangi tekanan keuangan akibat melambungnya harga minyak di pasaran dunia. Tapi bagi masyarakat, kenaikan harga BBM yang mulai berlaku 24 Mei lalu adalah tekanan kehidupan yang luar biasa.Kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen secara rasional menyebabkan kenaikan harga barang antara 30 persen-50 persen. Otomatis beban yang ditanggung masyarakat menjadi jauh semakin berat. Padahal kondisi perekonomian masyarakat belum pulih sejak krisis ekonomi melanda negeri ini tahun 1997 silam.

Efek berganda kenaikan harga BBM memunculkan masalah serius. Bukan saja lonjakan harga semua barang kebutuhan yang semakin tak terjangkau. Tapi ancaman hilangnya satu generasi (atau lebih) bangsa ini sebagai efek final kenaikan harga BBM juga harus dicermati.

Berita tentang sebagian masyarakat yang mulai mengonsumsi nasi aking, sekarang ini mungkin bukan lagi menjadi hal aneh, seiring banyaknya masyarakat (terutama kalangan keluarga miskin) yang tak lagi mampu menjangkau harga pangan yang kian melangit. Gizi buruk pada anak Balita akan menyebabkan terganggunya perkembangan kecerdasan dan sistem kekebalan tubuh, selain terhambatnya perkembangan fisik anak. Jika kecerdasannya terganggu, maka sulit diharapkan para anak Balita yang menderita gizi buruk ini akan muncul sebagai generasi unggul di masa mendatang.

Demikian pula dengan lemahnya sistem kekebalan tubuh yang akan mengakibatkan rentannya tubuh terkena berbagai infeksi penyakit, tentu akan memunculkan generasi yang lemah dan sakit-sakitan. Inilah yang saya sebut sebagai ancaman adanya generasi yang hilang. Ancaman ini akan semakin besar terjadi di daerah-daerah yang sebelumnya sudah mengalami kasus gizi buruk. Bagi masyarakat Jateng, ancaman generasi yang hilang ini semakin nyata karena persentase kasus gizi buruk di provinsi ini cukup tinggi.

Dalam tiga tahun terakhir ini, terjadi peningkatan jumlah penderita gizi buruk. Jika pada tahun 2005, angka kasus gizi buruk hanya sebesar 1,03 persen dari jumlah penduduk, tahun berikutnya meningkat menjadi 2,10 persen. Pada tahun 2007, data Dinas Kesehatan Jateng menunjukkan 3,48 persen penduduk Jateng yang menderita gizi buruk, 15.980 di antaranya adalah anak Balita. Ini kondisi yang ironis, di saat pemerintah menyatakan bahwa produksi beras Jateng waktu itu surplus 794.627 ton dan laporan realisasi anggaran perbaikan gizi masyarakat senilai Rp 1,441 miliar mencapai 100 persen, ternyata banyak warganya yang kekurangan gizi. Ancaman nyata ini tidak boleh dipandang sebelah mata, meski efeknya mungkin baru akan ditemui beberapa tahun kemudian. Keseriusan dan kesigapan pemerintah untuk menanggulangi dampak kenaikan harga BBM ini harus diwujudkan dalam aksi nyata.

Pemberian bantuan langsung tunai (BLT) bukan merupakan solusi, tapi hanya sebagai peredam tekanan akibat lonjakan harga. Perlu program yang mampu mengarahkan masyarakat agar mampu bertahan dari krisis akibat kenaikan harga BBM dan faktor lainnya. Perbaikan gizi. Program peningkatan gizi masyarakat sudah seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah, mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Tentu saja harus diiringi oleh pengawasan ketat.Tanpa pengawasan, jangan berharap program itu akan terlaksana sesuai target. Program-program yang digulirkan oleh Departemen Kesehatan selama ini sebenarnya cukup bagus, namun efektivitas pelaksanaannya perlu untuk ditinjau kembali.

Rasa tanggung jawab bahwa program tersebut untuk kepentingan bersama nampaknya belum tumbuh, sehingga masih diperlukan pengawasan yang ketat. Program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil dan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) untuk bayi yang sebenarnya bisa mencegah kasus gizi buruk, ternyata belum terlaksana dengan baik. Banyak yang tidak tepat sasaran. Hasil Laporan Semester II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran 2007 menyebutkan bahwa program PMT dan MP ASI di Jateng tidak sepenuhnya tepat sasaran. BPK menyebutkan distribusi makanan tambahan tidak terlaksana dengan baik, sehingga terjadi penumpukan barang di gudang senilai Rp 1,122 miliar. Tentu jika makanan tersebut tak didistribusikan karena kedaluwarsa, bukan saja negara yang mengalami kerugian, tapi berapa puluh ribu ibu hamil dan anak balita yang terampas hak mereka akibat ketidakmampuan pemerintah melaksanakan programnya. Bukan tak mungkin laporan yang masuk ke instansi di atasnya adalah realisasi 100 persen. Tapi kenyataannya?

Banyak faktor yang dijadikan alasan mengapa realisasi program di lapangan tak sesuai dengan perencanaan. Salah satunya dan yang sering dikeluhkan, adalah keterbatasan tenaga kesehatan dan pelaksana program di lapangan. Tapi bukankah kita juga punya banyak program kesehatan yang berbasiskan partisipasi masyarakat, tak hanya bergantung pada tenaga kesehatan besertifikat (dokter, bidan dan perawat). Sebut saja program Posyandu atau Program Desa Siaga yang oleh Menteri Kesehatan dicanangkan terlaksana di seluruh desa pada akhir tahun ini.

Program-program tersebut sangat cocok untuk mengatasi kendala keterbatasan tenaga kesehatan yang ada. Keterlibatan masyarakat dalam upaya memecahkan permasalahan yang ada sudah sepatutnya terus didorong. Sebagai fasilitator, seharusnya pemerintah memberikan kemudahan dalam setiap kesempatan di mana masyarakat bisa berpartisipasi. Optimalisasi peran kader kesehatan di desa-desa melalui pelaksanaan Posyandu yang kontinu termasuk salah satu di antaranya. Sayangnya, sekarang sudah banyak Posyandu yang hanya tinggal papan nama, tak ada kegiatannya. Penyederhanaan birokrasi pelayanan kesehatan, termasuk penyaluran MP ASI, harusnya dijadikan langkah awal untuk menghadapi ancaman gizi buruk di masyarakat. Jangan tunggu masalahnya menjadi semakin rumit hanya karena keengganan mengubah paradigma. Dengan upaya keras dan partisipasi semua elemen masyarakat, Insya Allah ancaman adanya generasi yang hilang akan bisa kita hindari.


Harian SOLOPOS, Senin , 7 Juli 2008
Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda