JAKARTA, suaramerdeka.com - Adanya permasalahan tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) yang ditolak banyak pihak RS swasta seharusnya dikaji ulang oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"INA CBG’s akan minim resistensi bila rancangan tarifnya baik, karenanya perlu melibatkan para pemangku kepentingan untuk duduk bersama," ujar Anggota Komisi IX DPR, Zuber Safawi di DPR, Selasa (28/5).
Tarif INA-CBG’s (sebelumnya INA DRG) merupakan jenis-jenis tarif layanan kesehatan yang baru ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan berlaku sejak 1 Januari 2013. Tarif ini diberlakukan untuk perhitungan biaya klaim bagi peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dirawat atau mendapat layanan kesehatan di RS penerima Jamkesmas.
Tarif INA-CBG’s merupakan dasar tarif dalam penerapan BPJS kesehatan pada 2014 mendatang, terutama untuk kasus peserta BPJS yang dirujuk ke RS. INA CBG’s dihitung berdasarkan statistik, yakni jumlah rata-rata biaya untuk suatu diagnosis penyakit atau pelayanan kesehatan.
"Perbedaan tarif INA CBG’s dengan pihak swasta mungkin saja hanya kurang komunikasi, beda sistem perhitungan, dan sebagainya, hal ini harus dibuatkan forumnya," imbuh Zuber.
Dia menambahkan, RS pemerintah juga perlu dilibatkan guna melihat apakah terjadi permasalahan yang sama. "Kami khawatir, permasalahan ini bila tidak selesai akan berimbas kepada masyarakat peserta BPJS nantinya," kata politisi PKS ini.
Sebagai contoh, dengan dalih kekurangan biaya, RS terpaksa mengurangi kualitas layanan kepada pasien. "Hal ini tentu berbahaya, muncul persepsi ketidakpuasan dimana-mana, baik pasien, RS, maupun masyarakat umum, bahkan program jaminan kesehatan dianggap gagal," katanya.
Prinsipnya, tarif INA-CBG’s harus memenuhi unsur keekonomian, yakni realistis secara harga pasar, serta memenuhi standar kualitas pelayanan kesehatan yang layak. "Harus berangkat dari dua arah, tidak kemahalan, namun kualitasnya baik," tambah Zuber.
Prinsip tersebut sekaligus untuk memenuhi peran dan tanggung jawab pemerintah dalam dua hal, pertama menjadi regulator dan pengontrol biaya kesehatan di dalam negeri, dan kedua menyediakan layanan kesehatan yang baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
( Gesti Arma , RED / CN31 / SMNetwork )
Selengkapnya...
"INA CBG’s akan minim resistensi bila rancangan tarifnya baik, karenanya perlu melibatkan para pemangku kepentingan untuk duduk bersama," ujar Anggota Komisi IX DPR, Zuber Safawi di DPR, Selasa (28/5).
Tarif INA-CBG’s (sebelumnya INA DRG) merupakan jenis-jenis tarif layanan kesehatan yang baru ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan berlaku sejak 1 Januari 2013. Tarif ini diberlakukan untuk perhitungan biaya klaim bagi peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dirawat atau mendapat layanan kesehatan di RS penerima Jamkesmas.
Tarif INA-CBG’s merupakan dasar tarif dalam penerapan BPJS kesehatan pada 2014 mendatang, terutama untuk kasus peserta BPJS yang dirujuk ke RS. INA CBG’s dihitung berdasarkan statistik, yakni jumlah rata-rata biaya untuk suatu diagnosis penyakit atau pelayanan kesehatan.
"Perbedaan tarif INA CBG’s dengan pihak swasta mungkin saja hanya kurang komunikasi, beda sistem perhitungan, dan sebagainya, hal ini harus dibuatkan forumnya," imbuh Zuber.
Dia menambahkan, RS pemerintah juga perlu dilibatkan guna melihat apakah terjadi permasalahan yang sama. "Kami khawatir, permasalahan ini bila tidak selesai akan berimbas kepada masyarakat peserta BPJS nantinya," kata politisi PKS ini.
Sebagai contoh, dengan dalih kekurangan biaya, RS terpaksa mengurangi kualitas layanan kepada pasien. "Hal ini tentu berbahaya, muncul persepsi ketidakpuasan dimana-mana, baik pasien, RS, maupun masyarakat umum, bahkan program jaminan kesehatan dianggap gagal," katanya.
Prinsipnya, tarif INA-CBG’s harus memenuhi unsur keekonomian, yakni realistis secara harga pasar, serta memenuhi standar kualitas pelayanan kesehatan yang layak. "Harus berangkat dari dua arah, tidak kemahalan, namun kualitasnya baik," tambah Zuber.
Prinsip tersebut sekaligus untuk memenuhi peran dan tanggung jawab pemerintah dalam dua hal, pertama menjadi regulator dan pengontrol biaya kesehatan di dalam negeri, dan kedua menyediakan layanan kesehatan yang baik dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
( Gesti Arma , RED / CN31 / SMNetwork )