Rabu, 19 Mei 2010

Perlindungan TKI Diperbaiki

KUALA LUMPUR (SI) – Indonesia dan Malaysia kemarin menandatangani letter of intent(LoI) sebagai langkah awal memperbaharui nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) tentang perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Penandatanganan LoI dilakukan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Malaysia Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein. LoI untuk penyempurnaan MoU perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) pada 2006 itu merupakan hasil kesepakatan pembicaraan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Mohd Najib Tun Abdul Razak di Kantor PM Malaysia, Putrajaya, kemarin. Kesepakatan tentang tenaga kerja merupakan salah satu agenda penting yang dibawa Presiden dalam pertemuan konsultasi tahunan Indonesia-Malaysia.

Pertemuan yang merupakan forum bilateral tertinggi antara dua negara akan membahas segala tantangan dan peluang bagi pengembangan dan peningkatan hubungan bilateral yang saling menguntungkan dengan semangat penuh keterbukaan dan persahabatan. Sejak diselenggarakan pada 2006, forum rutin tersebut digelar setahun sekali antara Indonesia dan Malaysia guna membahas segala persoalan dalam hubungan bilateral kedua negara tetangga. Selain membahas tenaga kerja, kedua kepala negara ini juga membahas hubungan ekonomi, investasi, perdagangan,serta pariwisata.

Selama di negeri serumpun itu Presiden SBY juga dijadwalkan menerima kunjungan kehormatan Ketua World Islamic Forum (WIEF) yang juga mantan PM Malaysia, Tun Musa Hitam.Di Malaysia pada Rabu 19 Mei 2010 Presiden diagendakan menyampaikan pidato pada WIEF VI bertema ‘’Gearing for Economic Resurgence’’. WIEF VI diselenggarakan di Kuala Lumpur Convention Center akan dihadiri delapan kepala negara/pemerintahan di antaranya Presiden Senegal, Presiden Maladewa,Presiden Kosovo, Perdana Menteri Bangladesh, serta Wakil PM Kazakhstan. Presiden Yudhoyono juga dijadwalkan bertemu kalangan pebisnis Malaysia pada Selasa,18 Mei 2010 di hotel tempat rombongan Presiden menginap, JW Marriott.

Kunjungan ke Malaysia ini merupakan rangkaian lawatan ke negara tetangga setelah sebelumnya (17/05) mengunjungi Singapura. Menakertrans Muhaimin Iskandar mengungkapkan, LoI memuat tiga persoalan yang tidak diatur dalam MoU sebelumnya yaitu paspor harus dibawa bekerja oleh TKI, satu hari libur dalam sepekan, serta pembicaraan lebih detil mengenai struktur proses pemberangkatan karena masingmasing embarkasi masih memberlakukan pengaturan berbeda. Dengan LoI ini, masing-masing negara berkewajiban mengawasi upah minimum para TKI melalui kontrak kerja yang dibuat oleh penyedia jasa TKI. Jika ada TKI tidak diberi upah minimal sesuai kesepakatan atau tidak mendapatkan hari libur sesuai aturan, Pemerintah Malaysia akan menindak majikan TKI.

Menurutnya, untuk pengawasan implementasi LoI di lapangan, Indonesia dan Malaysia akan mengefektifkan gugus tugas yang telah dibentuk demi perlindungan para TKI di Malaysia. Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memaparkan, LoI yang baru ditandatangani itu akan disempurnakan menjadi MoU baru setelah Indonesia dan Malaysia masing-masing membawa hasil kesepakatan tersebut ke dalam sidang kabinet paripurna. Ia berharap MoU itu dalam dua bulan ke depan sudah bisa disiapkan. Namun,menurut mantan Wakil Ketua DPR ini, kesepakatan tertuang dalam LoI sebenarnya sudah bisa berlaku apabila Indonesia sudah siap dengan sistem yang akan diterapkan sesuai aturan yang telah disepakati.

Indonesia masih membutuhkan waktu sekitar dua bulan guna menyempurnakan sistem sehingga bisa membuka kembali pengiriman TKI ke Malaysia yang sudah dibekukan sejak Juli 2009. Untuk itu, pemerintah perlu mengadakan sosialisasi kepada PJTKI dan juga dinas-dinas tenaga kerja di daerah agar semua pihak memahami LoI yang baru saja ditandatangani dengan Malaysia. “Kita bikin edaran, panggil dinasdinas, kita bikin iklan, sosialisasikan ke masyarakat bahwa siapa pun orang yang tidak siap kerja ke luar negeri dilarang keras kecuali tahu hak dan kewajibannya. Kita terus sosialisasi, panggil mereka, kasih tahu mekanismenya,’’ ucap Muhaimin.

Anggota Komisi IX DPR Zuber Safawi menyambut baik kesepakatan tersebut. Namun, dia mengingatkan, pada saat yang sama pemerintah harus menertibkan seluruh proses penempatan dan perlindungan TKI. “Karena kesepakatan itu terbatas pada TKI yang legal dan memenuhi syarat,sedangkan yang ilegal karena pemalsuan umur dan tes kesehatan yang aspal tetap berangkat karena pengawasan yang lemah,” ungkap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menandaskan, selain LoI TKI, pemerintah termasuk Presiden pun harus meminta kepada Pemerintah Malaysia untuk mengevaluasi secara total mengenai situasi dan penempatan domestic workers secara ilegal ke Malaysia pada masa moratorium diberlakukan sejak 26 Juni 2009. “Angka kematian TKI di Malaysia pada 2009 yang mencapai 687 orang harus dijelaskan oleh Pemerintah Malaysia,”tandasnya. Alumnus Universitas Jember ini menambahkan, Pemerintah Malaysia juga harus memberikan penjelasan terutama untuk kasuskasus penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT) migran Indonesia di Malaysia yang cenderung memakan waktu cukup panjang dan berlarut-larut seperti kasus Siti Hajar, Munti Bt Bani, Ceriyati, Kunarsih, Parsiti, dan Darnis.

Berdasarkan data, TKI merupakan pekerja terbesar di Malaysia, dengan jumlah mencapai 90% dari total tenaga kerja atau sekitar 250.000 orang.Sisanya dari Kamboja, Thailand, Bangladesh, dan Filipina. (neneng zubaidah/ant)

Harian Seputar Indonesia, Rabu 19 Mei 2010