Selasa, 30 Maret 2010

Dua Coret Ayat Dua

BUKTI itu berupa tulisan tangan. Bunyinya, "Pasal 113 (2) hapus". Dua garis coret melandasi tulisan "(2) hapus". Tulisan itu berlanjut "ayat (3) jadi ayat (2)". Di bawahnya ada paraf Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Kesehatan Ribka Tjiptaning, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Kini Ribka Ketua Komisi Sembilan DPR yang membidangi tenaga kerja, transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan.

Teken itu berdampingan dengan tanda tangan anggota Komisi Kesehatan Dewan periode 2004-2009, Asiah Salekan dan Maryani Baramuli. Mereka politikus Partai Golkar yang pada periode sekarang tidak lagi menjadi anggota Dewan. Bukti itu dibawa Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok ke Markas Besar Kepolisian RI di Jalan Trunojoyo, Jakarta, Kamis pekan lalu.

Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok adalah gabungan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada pengendalian tembakau. Di antaranya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, dan Komisi Nasional Perlindungan Anak. "Ini menguatkan dugaan upaya sistematis menghilangkan ayat tembakau," kata Kartono Mohamad, anggota Koalisi.

Laporan ini babak lanjut hilangnya ayat 2 pasal 113 Undang-Undang Kesehatan hasil rapat paripurna Dewan pada 14 September lalu. Ayat itu berbunyi, "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya."

Dua hari setelah rapat paripurna ketika draf diserahkan ke Sekretariat Negara untuk diperiksa sebelum ditandatangani Presiden, ayat itu lenyap. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat protes. Sekretariat Negara memasukkan kembali ayat itu dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkannya.

Sebelumnya, Koalisi melaporkan ini ke Badan Kehormatan Dewan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Anggota Panitia Khusus Undang-Undang Kesehatan dari Partai Demokrat, Hakim Sorimuda Pohan, juga lapor ke Ketua Dewan, dan tembusannya ke Badan Kehormatan. Hakim bukan lagi anggota Dewan. Ia kini aktif dalam Koalisi. Laporan Koalisi ke Markas Besar Kepolisian juga atas nama Hakim. "Menghilangkan ayat undang-undang adalah tindak pidana luar biasa," kata dia.

Badan sudah memanggil semua yang terlibat. Tempo mendapatkan kesimpulan pemeriksaan Badan. Dua lembar executive summary itu menyatakan hilangnya ayat tadi terjadi setelah Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan Faiq Bahfen dan Kepala Biro Hukum Budi Sampoerna masuk ke ruang pimpinan Komisi Kesehatan. Setelah bertemu setengah jam, dua orang tadi keluar dan minta staf sekretariat Dewan mengetik naskah yang berubah. Faiq minta tolong Budi Sampoerna untuk "membantu teman-teman sekretariat".
Novianti dari bagian sekretariat Dewan mempertanyakan pencoretan itu. Budi menjawab, "Ini urusan pimpinan." Novianti minta pencoretan itu mendapat persetujuan pimpinan. Budi masuk lagi ke ruang pimpinan. Tak berselang lama, Budi keluar dengan membawa paraf Ribka Tjiptaning, Asiah Salekan, dan Maryani Baramuli. Adrian, karyawan sekretariat komisi, mengetik draf undang-undang yang telah mendapat persetujuan perubahan tadi. Badan Kehormatan juga menyimpan tulisan tangan berisi perintah perubahan itu.

Ribka menyatakan tak sengaja menghilangkan ayat. Ia membuat catatan dan paraf itu karena aspirasi petani tembakau yang mengancam demonstrasi. "Kami partai wong cilik mendengar suara petani dan buruh," kata Ribka. Umar Wahid, Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang, juga menyatakan itu hanya persoalan teknis.
Hingga rapat paripurna, kata Umar, jumlah ayat masih lengkap, tidak ada yang hilang. Hanya, kata dia, salinan lunak yang dikirim ke Sekretariat Negara adalah hasil ketikan sekretariat yang menghilangkan ayat dua tersebut. "Padahal itu baru wacana perubahan, belum sebuah keputusan," kata Umar.

Ringkasan kerja Badan Kehormatan juga merekomendasikan adanya pengusutan hukum. Badan khawatir manipulasi keputusan Dewan berulang. Jika dibiarkan, pihak-pihak di luar Dewan pun akan terbiasa melakukan intervensi. Hingga kini, Badan belum melakukan aksi hukum. Tudingan pun mengarah ke Badan, yang dianggap sengaja melindungi Ribka dkk.

Ketua Badan Kehormatan Gayus Lumbuun menampik. Meski sesama dari PDI Perjuangan, Gayus menyatakan tetap independen. Menurut dia, memang ada upaya dari Departemen Kesehatan untuk melobi Panitia Khusus. Tapi penghilangan itu tidak pernah menjadi keputusan. Gayus menyayangkan laporan ke polisi atas Ribka, Asiah, dan Maryani. Sebab, kata dia, yang punya inisiatif Faiq Bahfen. "Logikanya jangan dibalik," kata Gayus. Namun, baik Budi Sampoerna maupun Faiq Bahfen menyatakan tidak mengetahui hilangnya ayat itu.

Ayat tembakau memang telah kembali. Tapi battle ground tembakau, kata Kartono Mohamad, kini bergeser ke Rencana Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan. Rancangan peraturan itu masuk tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Kementerian Kesejahteraan Rakyat.

Peraturan ini amanat Undang-Undang Kesehatan. Isi peraturan ini lebih keras dibanding Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003-Peraturan tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Aturan ini masih membolehkan iklan rokok. Dalam aturan baru sama sekali haram.

Sejumlah politikus Dewan bersuara keras menolak ini. Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding menyatakan telah memerintahkan anggota Dewan dari partainya menolak aturan itu. "Ini menyangkut hidup petani, buruh pabrik rokok, dan konstituen kami," kata dia. Karding adalah anggota Dewan dari daerah pemilihan penghasil tembakau: Temanggung, Magelang, dan Wonosobo.

Ribka Tjiptaning menyampaikan hal senada. Ia khawatir aturan itu menciptakan pengangguran baru. Ia memperkirakan 15 juta tenaga kerja terkait dengan tembakau, mulai petani, buruh, hingga pekerja sektor informal yang mendukung. Ribka juga berdiskusi dengan anggota Komisi yang ia pimpin dari provinsi penghasil tembakau, Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Ada yang bilang kalau setuju rancangan peraturan pemerintah itu bisa-bisa leher dia digorok pemilihnya," kata Ribka.

Sikap Golkar atas pengendalian tembakau sama gamblangnya. Saat sidang paripurna pengesahan Undang-Undang Kesehatan, juru bicara Nusron Wahid menolak dicantumkannya ayat tembakau dengan alasan tak berpihak pada petani. Nusron berasal dari daerah pemilihan penghasil rokok: Kudus, Jepara, dan Demak.

Kartono mengatakan, inilah bedanya perjuangan pengendalian tembakau di Indonesia dan negara lain, misalnya Amerika Serikat, India, Turki, bahkan Cina. Di sana, yang pro-tembakau hanya industri rokok. Sedangkan pemerintah, DPR, dan masyarakat berada dalam satu barisan agar tembakau dikendalikan. Di Indonesia, masyarakat bertempur sendirian melawan industri rokok, pemerintah, dan anggota Dewan. "Skornya satu lawan tiga. Kami kalah," kata Kartono.

Memang, ada sejumlah anggota Komisi Kesehatan yang setuju pelarangan tembakau. Anggota Komisi Kesehatan dari Partai Keadilan Sejahtera Zuber Syafawi seorang di antaranya. "Sepanjang untuk kemaslahatan umat, PKS mendukung," kata Zuber. Surya Chandra, anggota Komisi Kesehatan dari PDI Perjuangan, juga setuju. "Saya ahli kesehatan masyarakat, secara pribadi saya setuju tembakau dilarang," kata Surya. Tapi mereka cuma minoritas.

Berita Majalah TEMPO, Senin 22 Maret 2010