Senin, 09 Juni 2008

Olahraga Nasional Berkualitas

Setelah cukup lama mangkrak pembahasannya, Alhamdulillah akhirnya pada tanggal 6 Sepetember DPR mengesahkan RUU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) dalam rapat paripurna. Pengesahan ini secara simbolik diharapkan menjadi awal geliat kebangkitan prestasi olahraga di tanah air di tengah keterpurukannya di berbagai kompetisi regional dan dunia.

Berbagai kasus wan prestasi olahraga kita adalah dampak dari minusnya perhatian pemerintah dan elemen masyarakat terhadap olahraga yang seharusnya dalam relasi antarbangsa dapat menjadi kanal bagi peningkatan martabat dan harga diri bangsa.

Potret olahraga di tanah air sepertinya ditandai dengan conflict of interest para pengurus cabang olahraga, holiganisme penonton, hengkangnya pemain berbakat ke manca negara dan mandeknya prestasi sehingga di tingkat regional Asia Tenggara pun, Indonesia terpuruk di bawah prestasi Thailand dan Malaysia.

Jika RUU SKN diharapkan sebagai instrumen hukum bagi pengaturan olahraga yang lebih sistematik dan terarah, maka sejauh mana RUU ini mampu menyelesaikan pelbagai problema yang melingkupi dalam pembinaan dan pengembangan prestasi olahraga dewasa ini?

Sebagai sebuah paradigma, RUU SKN memandang pembinaan olahraga tidak hanya dalam kerangka logika politik semata yang bersifat konsumtif, yakni mengangkat harkat dan martabat bangsa di mata dunia, namun juga sebagai kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk dan jasa yang mengandung nilai tambah.

Berbagai kemitraan dalam pengelolaan event-event olah raga diharapkan dapat menggairahkan keterlibatan masyarakat, meningkatkan peningkatan lapangan kerja dan pendapatan yang ber-konstribusi dalam GDP (Gross Domestic Product) sepertihalnyadinegara-negaramaju.

Namun yang lebih penting lagi adalah terciptanya lingkungan well-performed bagi tergaransinya penghargaan dan kesejahteraan pelaku olahraga. Kekhawatiran hengkangnya pelaku olahraga profesional tidak terulang lagi. Di sisi lain, pandangan minor selama ini jika olahraga menjadi beban APBN/APBD tidak terjadi. Dimensi ini yang tampaknya secara lebih baik dijelaskan dalam konsep industri olahraga versi RUU SKN.

Mengundang Kritik
Isu penting lain dalam RUU SKN adalah ditetapkannya pengaturan standar nasional keolahragaaan yang terdiri atas: tenaga, prasarana dan sarana, penyelenggaraan, pengelolaan organisasi dan layanan minimal keolahragaan secara berencana dan berkala, serta diselenggarakannya akreditasi terhadap kelayakan program sertifikasi, pembibitan, pendidikan/pelatihan dan organisasi keolahragaan.

Dalam pasal 81, 82, 83 dan 84/ bab 17 pemerintah terlihat mengambil peran yang besar baik mulai dalam proses standardisasi, akreditasi sampai sertifikasi. Hal inilah yang mengundang kritik para pengamat dan. praktisi olahraga. Mereka menilai pemerintah terjebak pada hal-hal bersifat teknis yang seharusnya lebih dipahami induk organisasi olahraga ketimbang oleh pemerintah.

RUU ini secara tegas membangun iklim yang lebih baik didalam keseriusan pembinaan dan pengembangan olahraga. Di dalam diktum kepengurusan komite olahraga nasional baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota pada pasal 40 ditegaskan bahwa mereka harus bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.

Di dalam bab penjelasan pasal 40 diperjelas, yang dimaksudkan dengan jabatan struktural adalah jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dan militer dalam rangka memimpin satuan organisasi negara atau pemerintahan.

Sedang jabatan publik adalah jabatan yang diperoleh melalui suatu proses pemilihan langsung oleh rakyat atau melalui pemilhan DPR. Dengan demikian dipastikan bahwa pejabat eselon, gubernur, anggota DPR, DPD, hakim agung, komisi yudisial, Kapolri dan Panglima TNI tidak dapat merangkap jabatan tersebut.

Ketentuan ini sebagaimana dirumuskan Panja RUU SKN dimaksudkan agar terjamin kemandirian, netralitas dan keprofesionalan pengelolaan olah raga di tanah air.Bahkan lebih jauh, dipandang sebagai bentuk reformasi pengelolaan keolahragaan nasional. Kepengurusan dalam KONI maupun induk olah raga di tanah air selama ini lebih bersifat seremonial dan prestise.

Supaya tidak tumpang - tindih antara pembinaan penyelenggaraan olahraga serta lebih menyesuaikan dengan charter of International Olympic Committee (IOC) maka PANJA selanjutnya menyetujui peran KONI dibatasi pada pengelolaan, pembinaan dan pengembangan olah raga prestasi sedangkan penyelenggaraan kejuaraan olah raga selanjutnya diserahkan pada KOI (komite olimpiade Indonesia) atau National Olympic Committee (NOC).

Secara umum, RUU SKN ini telah memenuhi kriteria kesinambungan dan akomodatif realitas yang ada. Bahkan untuk mengakomodasi keinginan perubahan, jumlah pasalpun membengkak 85 dari 76 pasal dalam draft awal RUU. Kini dunia olah raga di tanah air mendapat kado hadiah ulang tahunnya yang terbaik yakni disahkannya RUU SKN dalam rapat Paripurna, tepat tiga hari lagi bangsa ini punya hajat memperingati Hari olah Raga Nasional yang jatuh tanggal 9 September .

Semoga pengesahan ini sekali lagi menjadi momentum awal bagi kebangkitan dunia olah raga di tanah air sehingga mampu berdiri terhormat ditengah percaturan internasional.Cukup menarik pidato Adhiyaksa dalam pendapat akhir Pemerintah atas RUU SKN. Hanya ada dua momentum bendera kita berkibar dan lagu Indonesia Raya berkumandang di dunia internasional, yakni saat kunjungan resmi kenegaraan Presiden RI dan saat olahragawan kita memenangkan medali emas dalam kejuaraan internasional.

Adalah kebanggaan berkibarnya bendera dan berkumandangnya lagu Indonesia Raya karena prestasi anak bangsa kita. (*)

Sumber : Harian SUARA MERDEKA, 17 September 2005