Kamis, 06 September 2007

Kasus Jamu Ilegal Rawan Kolusi

SEMARANG- Langkah Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) dan penegak hukum dalam melakukan operasi terhadap produsen obat tradisional dan produk pangan harus diikuti dengan upaya penegakan hukum lebih tegas dan transparan. Sebab, anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi menduga ada indikasi munculnya praktik kolusi dalam penyelesaian kasus semacam itu.

BPOM, lanjut Zuber, berhasil mengidentifikasikan ada 26 merek kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, enam kasus pabrik obat tradisional, dan 42 produk pangan positif menggunakan formalin. Di samping itu, ditemukan ratusan kasus distribusi obat dan produk pangan. Tapi sampai saat ini tidak satu pun keputusan pengadilan atas kasus-kasus itu disampaikan pada masyarakat.
"Langkah operasi penggerebekan oleh BPOM perlu mendapatkan penghargaan. Namun agar lebih bermakna dan tidak mubazir perlu diikuti dengan pengawalan sampai putusan pengadilan," kata politikus dari PKS itu saat di Semarang, Rabu (5/9).
Adanya kecurigaan terjadi praktik kolusi, kata dia, wajar karena baik BPOM maupun pengadilan sampai saat ini tidak pernah menyampaikan kemajuan penangangan kasus-kaus pengawasan obat dan makanan itu. Baik dalam penelusuran hukum, penyelidikan, maupun penyidikan.
Tidak Tuntas
Berdasarkan pengamatan dia, banyak kasus terkait pelanggaran standar obat dan makanan tidak tertangani secara tuntas. Kalaupun ada putusan, sanksinya terkesan ringan, sehingga wajar jika selalu ditemukan pelaku dalam setiap operasi namun kasus serupa tetap muncul.
Zuber memberikan contoh, kasus terakhir yang diungkap di media yakni PT Shadewo Sinar Jaya di Purwokerto. Kasus ini sangat mungkin terjadi karena lemahnya penanganan hukum pada kasus sebelumnya.
Bisa jadi, para pelaku melihat kasus gudang obat ilegal di Tegal, dan kasus produk jamu yang mengandung bahan kimia pada obat yang diproduksi Dakota Cargo Purwokerto tidak ada kejelasan hukum, sehingga para produsen tetap berani beroperasi. "Saya kira perlu ada langkah tegas," ujar wakil rakyat dari Jateng itu.
Di samping penegakan hukum yang bisa menimbulkan efek jera, Zuber mengusulkan BPOM perlu segera menerapkan standar cara produksi yang baik atau good manufacturing practices (GMP) dan penyediaan dokumen informasi produk kosmetik (DIK). "Pembinaannya bisa dilakukan dengan pembinaan terprogram terhadap UKM yang ada, sehingga mereka benar-benar mampu memenuhi standar yang ada," ujarnya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng Dra Siti Aisyah Dahlan menilai saat ini perhatian pemerintah daerah terhadap masalah perlindungan masyarakat dari obat dan makanan yang berbahaya masih sangat kurang. Hal itu terlihat dari tidak adanya program dalam upaya pencegahan ada atau beredarnya produk-produk semacam itu.
"Selalu dikaitkan dengan masalah kewenangan, seharusnya perlu ada campur tangan pemprov. Terlebih, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang banyak ditemukan kasus ini," tegasnya.(H7,H37-77)
Sumber: Suara Merdeka, Kamis, 06 September 2007