Senin, 02 Juli 2007

24% Iklan Obat Tak Penuhi Standar


SEMARANG- Masyarakat diminta waspada dan selektif dalam memilih obat-obatan. Menurut anggota Komisi IX DPR-RI Zuber Safawi, banyak iklan obat yang tidak memenuhi standar (TMS) sehingga menyesatkan.Berdasarkan pro-review yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Jakarta, dari 234 iklan obat yang dipantau, 24% tidak memenuhi standar. Di samping itu, dari 242 iklan obat tradisional, 28 atau 20% juga menyesatkan dan dari 114 iklan produk suplemen makanan yang beredar, ditemukan pelanggaran 17 buah (15%), serta dari 710 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan 184 (25,91%) masih belum memenuhi ketentuan. ''Masyarakat perlu mewaspadai iklan yang menyesatkan. Baik itu untuk produk obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik, dan produk pangan yang beredar. Di tengah iklim kompetisi media iklan memang penting, namun banyak pula yang menyesatkan konsumen,î kata Zuber saat di Semarang, Minggu (10/6).


Mengelabuhi
Menurut anggota F-PKS asal Jateng tersebut, kecenderungan periklanan saat ini melebihkan bahkan cenderung mengelabuhi konsumen. Contoh, iklan yang berlebihan adalah klaim produk pangan yang mengandung zat tertentu seperti suplementasi asam lemak omega-6 yakni arachidonic acid (AA) atau (ARA) dan asam lemak omega-3 yakni docosahexaenoic acid (DHA) dalam susu formula. Padahal Badan POM telah menetapkan ketentuan tentang ketentuan pokok pengawasan pangan fungsional nomor HK.00.05.52.0685 yang mengatur bahwa susu formula tidak boleh mencantumkan klaim kecuali klaim gizi misalnya rendah laktosa. ''Informasi tentang AA/DHA hanya boleh dicantumkan dalam informasi nilai gizi. Kalau tidak cermat, langkah ibu yang terpresepsi iklan ini akan memengaruhi pertumbuhan anak. Sementara untuk produk kosmetik ada upaya seolah-olah mengobati, berlebihan, dan menggunakan pengakuan yang tidak benar. Semua bisa menyesatkan bahkan seharusnya ada sanksi hukum yang diberikan, lanjut Zuber.Anggota DPR RI yang membidangi masalah kesehatan itu berharap semua pihak ikut memberikan penjelasan yang benar terhadap masyarakat, dokter, dan pihak Dinas Kesehatan. Sementara, bagi produsen yang melakukan kesalahan perlu segera menarik iklan yang beredar. Kalau terbukti melakukan pelanggaran hukum, semestinya ditindak tegas.

Sumber: NASIONAL SUARA MERDEKA (Senin, 11 Juni 2007)