Kamis, 11 September 2008

Impian komunitas perawat Indonesia

Jika ada profesi keahlian yang hingga kini statusnya masih kontroversial dan belum mendapat penghormatan yang layak di Indonesia dalam bentuk legalitas hukum, salah satunya adalah tenaga perawat. Sungguh ironis memang, saat profesi lain seperti dokter, guru, dosen, akuntan dan lainnya telah mendapat pengakuan secara formal, profesi perawat justru belum mampu meraih itu karena belum adanya Undang-undang Praktik Keperawatan (UU PK) yang mengatur secara khusus tentang profesi keperawatan. Padahal organisasi perawat telah ada di Indonesia sejak 34 tahun lalu dan telah berjuang puluhan tahun untuk memperoleh pengakuan atas profesi itu.

Maka tak heran bertepatan dengan Hari Perawat se-Dunia 12 Mei 2008 lalu, ribuan perawat dan mahasiswa keperawatan yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) melakukan aksi demontrasi ke DPR menuntut pengesahan UU PK yang dinilai para perawat sudah amat mendesak. Kondisi dunia keperawatan di Indonesia dan situasi global saat ini dinilai telah cukup menjadi alasan pemberlakuan UU tersebut. Bukan hanya itu, khusus kawasan regional Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu negara besar yang hingga kini belum memiliki UU PK dan tidak memiliki lembaga Konsil Keperawatan yang berfungsi mengatur, mengesahkan dan menetapkan kompetensi perawat di Indonesia.

Tuntutan dari kalangan profesi perawat itu memang realistis mengingat profesi mereka saat ini masih kurang mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Masyarakat sendiri umumnya masih melihat profesi perawat tidak lebih sebagai pembantu atau asisten dokter di Rumah Sakit (RS) atau Puskesmas. Padahal sejatinya perawat adalah profesi mandiri, profesional dan butuh proses pendidikan yang lama untuk meraihnya. Kegiatan asuhan perawat tidak mungkin dapat dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki skill keperawatan. Ironis memang, profesi perawat sebagai sebuah keahlian hingga kini ini belum mendapat apresiasi sejajar dengan profesi lainnya. Belum lagi tingkat kesejahteraan perawat yang masih minim terutama di daerah-daerah.

PPNI sebagai perkumpulan profesi perawat telah merumuskan jatidiri profesi perawat sesuai dengan karakteristiknya yang khas. Keperawatan sebagai sebuah profesi setidaknya memiliki ciri-ciri; (1) adanya body of knowledge, yang mendasari keterampilan dalam menyelesaikan problema keperawatan; (2) memilliki pendidikan standar dan dilaksanakan di Perguruan Tinggi; (3) memiliki pengendalian terhadap standar praktik, (4) bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan (5) memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup dan (6) memperoleh pengakuan masyarakat kareana fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga, kelompok dan komunitas).

Sudah Mendesak
Profesi perawat memang harus segera mendapat pengakuan sehingga memiliki aspek legal dan tuntunan kerja dalam aktivitas keperawatan. Masalahnya hingga kini UU PK yang menjamin tentang kemandirian dan tanggung jawab keperawatan belum juga hadir memenuhi asa para perawat di tanah air. Sedemikian urgennya UU ini, Ketua PPNI Prof. Achir Yani sempat melontarkan pertanyaan kritis jika masyarakat Indonesia ingin memiliki hak untuk menerima pelayanan keperawatan secara bermutu maka seyogyanya RUU Nursing Practice Act ini jauh-jauh hari seharusnya telah disahkan bukan diperlambat apalagi dipertanyakan. Artinya UU PK ini sangat inheren dengan peningkatan kualitas dan kenyamanan layanan keperawatan bagi masayarakat sendiri. Maka tak heran sikap teguh kaum perawat ini diwujudkan dengan mengajak masyarakat mendeklarasikan “Gerakan Nasional Sukseskan Undang-Undang Praktik Keperawatan” tahun 2008 ini.

Perjuangan untuk mewujudkan kehadiran UU PK yang telah digelorakan cukup lama oleh kaum perawat setidaknya bukan semata-mata untuk mengakomodasi hak-hak dasar profesi perawat namun lebih dari itu UU PK kelak akan memberikan kepastian kepada masyarakat tentang kualitas dan jaminan asuhan keperawatan. Masyarakat akan merasa terlindungi manakala ada lembaga semacam Konsil Keperawatan yang secara ketat memperlakukan aturan uji kompetensi, registrasi dan penetapan sanksi terhadap kesalahan praktik keperawatan.

Berkah lain yang diharapkan muncul dari kehadiran UU PK adalah adanya pengakuan internasional terhadap kualitas dan mutu perawat Indonesia yang akan berdampak terhadap upaya peningkatan jumlah devisa negara melalui tangan-tangan ahli perawat nasional yang merambah ke mancanegara. Adanya serbuan pasar global perawat asing yang akan masuk ke Indonesia juga sedikit banyak dapat diantisipasi dengan pemberlakuan UU PK ini.

Butuh Perjuangan
Namun keinginan insan perawat agar perbelakuan UU PK segera diwujudkan jelas membutuhkan perjuangan keras. Tidak hanya dukungan dari kalangan dunia keperawatan tapi juga dari butuh political will dari Pemerintah, DPR dan stakeholder kesehatan lainnya. PPNI sendiri bekerjasama Depkes dalam hal ini Direktorat Keperawatan dan Keteknisan Medik telah menyusun naskah akademik RUU PK. Secara umum rancangan akademik tersebut telah cukup mewakili aspirasi dari kalangan profesi keperawatan dan layak untuk mendapat respon untuk segera dibahas oleh Pemerintah dan DPR sebagai upaya mewujudkan kualitas dan mutu keperawatan di tanah air.

Keseriusan untuk menuntaskan harapan perawat ini memang membutuhkan komitmen dan perhatian tinggi dari Pemerintah (Depkes), DPR, PPNI dan semua pihak yang peduli terhadap masa depan dunia keperawatan. Seyogyanya, PPNI juga dapat terus melakukan kampanye dengan melakukan serangkaian edukasi dan sosialisasi kepada publik tentang urgensi kehadiran UU PK ini. Masyarakat tentu akan memberikan apresiasi dan dukungsn karena UU PK ini memang berdampak positif terhadap kualitas pelayanan keperawatan kepada mereka.

Cita-cita mewujudkan profesi keperawatan yang lebih maju dan mandiri tentulah bukan keinginan sektarian atau kelompok yang hanya mengedepankan ego profesi namun sebagai upaya meneguhkan kembali komitmen akan tingginya nilai profesi keperawatan. Tentu perawat yang berkualitas akan mampu melayani masyarakat secara profesional tanpa harus terkekang dengan posisi imperioritas karena kendala legalitas profesi yang mereka alami seperti saat ini. Harapan adanya UU PK bukan hanya menjadi pekerjaan rumah bagi DPR maupun Pemerintah tapi juga menuntut partisipasi aktif masyarakat untuk terus mengawasi agar kelak jika telah ada UU PK di Indonesia, perawat-perawat bangsa mampu merealisasikan komitmen pelayanan keperawatan secara utuh dan bertanggung jawab.

Renungan Hari Perawat 2008 yang mengusung tema Primary Health Care (PHC) hendaknya menjadi pemicu semua pihak, khususnya Pemerintah dan DPR untuk lebih memperhatikan impian dari kalangan profesi perawat agar mereka mampu memainkan peran holistiknya dalam memberikan asuhan keperawatan dan melayani masyarakat secara berkualitas tanpa ada kontroversi tentang status profesinya. Tentu salah satunya dengan mempercepat kelahiran UU Praktik Keperawatan di bumi pertiwi. Semoga (*)

Sumber : Harian TERBIT, 22 Juli 2008