JAKARTA, JUMAT - Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Di tengah situasi sulit yang dihadapinya, Ny Sri Sumarsih (28), ibunda Rida Wahyu - siswi TK Sekar Bangsa yang terkontaminasi psikotropika Happy Five - justru diperas seseorang yang mengaku sebagai polisi. Sri pun menggadaikan perhiasan untuk mendapatkan uang untuk disetor ke "polisi" tersebut.
Selain masalah anaknya terkontaminasi Happy Five, problem lain yang dihadapi Sri adalah suaminya, Rudi Muchtar (48), disangka oleh polisi sebagai bandar narkoba, tepatnya Happy Five. Seperti diberitakan, lima murid TK Sekar Bangsa, termasuk Rida, terkontaminasi Happy Five yang ditemukan Sri di tas Rudi. Pil-pil Happy Five itu kemudian dibawa Rida ke sekolah dan dibagi-bagikan ke teman-temannya.
Ditemui di rumahnya, Sri membantah dirinya melarikan diri. Sri mengakui bahwa sepanjang Rabu (11/6) ia dan keempat anaknya pergi ke rumah kerabat di Tanjungpriok, Jakarta Utara. Sri bertujuan menemui suaminya yang tidak pulang sejak terjadinya kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa, sekolah Rida d kawasan Pondoklabu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Sri juga mengatakan, dirinya mengungsi ke Tanjungpriok untuk menghindari wartawan. "Saya capek dicari wartawan terus," ujarnya di rumahnya di Gang Bakti I, RT 11/12 Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (12/6) sore.
Sri menjelaskan bahwa suaminya bukan pengedar narkoba seperti yang dituduhkan polisi. Mengutip keterangan Rudi, Sri mengatakan tiga strip Happy Five (tiap strip isi 10 pil) di tas Rudi didapat dari kawannya ketika bertugas ke Garut, Jawa Barat, pekan lalu. "Bisa jadi ada yang iri sama bapak (Rudi) karena bapak disayang bos," ujarnya.
Hingga kemarin sore, Rudi masih menyembunyikan diri. Sri mengatakan suaminya ada di Jakarta namun ia tidak tahu di mana lokasinya. Sri juga mengaku tidak tahu kapan suaminya akan muncul untuk menjelaskan masalah Happy Five. Menurut Sri, suaminya trauma berurusan dengan polisi karena pernah mengalami peristiwa tidak menyenangkan ketika berurusan dengan polisi dalam masalah kecelakaan lalu lintas.
Diperas
Tentang pemerasan dari seorang pria yang mengaku sebagai polisi, Sri mengatakan dirinya dihubungi pria tersebut beberapa saat setelah lima murid TK Sekar Bangsa sempoyongan akibat mengonsumsi Happy Five, Senin (9/6). Pria tersebut mengaku sebagai Kapolsektro Cilandak dan minta uang Rp 5 juta agar kasus yang melibatkan keluarganya tersebut ditutup. Sri tidak menanyakan bagaimana pria tersebut mendapatkan nomor handphonenya.
Sri lantas menggadaikan kalungnya dan mendapat uang Rp 1 juta yang kemudian ia serahkan ke pria yang mengaku sebagai kapolsek tersebut. Kemarin, ketika dipanggil ke Mapolsektro Cilandak, Sri menceritakan ihwal uang Rp 1 juta tersebut.
Keterangan Sri membuat Kapolsektro Cilandak, Kompol Makmur Simbolon, geram. Makmur lantas memberikan nomor HP-nya kepada Sri. Ternyata, nomor tersebut tidak sama dengan nomor HP orang yang menghubungi Sri dan mengaku sebagai kapolsek.
Kepada Warta Kota Makmur mengatakan, pihaknya kini juga memburu pria yang mencatut namanya itu. Nomor HP yang digunakan untuk memeras Sri, yakni 0816773XXX, kemarin tidak bisa dihubungi. Makmur menambahkan, upaya pemerasan serupa juga menimpa Kepala TK Sekar Bangsa, Ny Maria Suprapti. Namun Suprapti tidak menuruti kemauan si penelepon.
Sri mengatakan, dirinya berharap sang suami segera muncul dari tempat persembunyian untuk menyelesaikan masalah dan kembali bekerja untuk menghidupi keluarganya. Sri mengatakan beban hidupnya semakin berat sejak munculnya kasus Happy Five. "Untuk beli sabun cuci saja nggak ada uang. Cucian satu minggu sudah numpuk," keluhnya.
Sebelum kasus Happy Five, Sri juga sudah merasakan kesulitan ekonomi. Bahkan, uang sekolah Rida nunggak empat bulan. Padahal, kata Sri, Rida sudah mendapat keringanan. "Murid yang lain bayar Rp 100.000, kalau anak saya bayarnya Rp 75.000," ujarnya.
Sri dinikahi Rudi yang berstatus duda empat anak delapan tahun lalu. Pasangan tersebut dikaruniai dua anak. Dua anak Rudi dari pernikahan terdahulu tinggal bersama pasangan Rudi-Sri di rumah petak milik orangtua Sri di Gang Bakti I, Cilandak Barat.
Prihatin
Kasus lima murid TK Sekar Bangsa, Pondoklabu, terkontaminasi psikotropika Happy Five mengundang keprihatinan Komisi IX DPR yang antara lain membidangi kesehatan. Anggota Komisi IX, Zuber Safawi, minta kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa diusut tuntas karena berdampak sangat serius bagi masa depan anak-anak.
"Kasus ini harus diusut tuntas, karena efeknya sangat merugikan masyarakat," kata Zuber di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis.
Zuber mendesak instansi pemerintah, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta kepolisian mengungkap dan menindak tegas pelaku serta pengedar pil koplo itu.
Zuber juga mengatakan pemerintah harus memberi perhatian serius terhadap masalah tersebut karena kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa bisa menjadi bukti bahwa peredaran narkoba makin luas. Politisi PKS ini juga mengatakan, modus yang digunakan pengedar narkoba juga semakin canggih dan variatif. (yos/dam/sab)
Sumber: kompas.com 13 Juni 2008
Selain masalah anaknya terkontaminasi Happy Five, problem lain yang dihadapi Sri adalah suaminya, Rudi Muchtar (48), disangka oleh polisi sebagai bandar narkoba, tepatnya Happy Five. Seperti diberitakan, lima murid TK Sekar Bangsa, termasuk Rida, terkontaminasi Happy Five yang ditemukan Sri di tas Rudi. Pil-pil Happy Five itu kemudian dibawa Rida ke sekolah dan dibagi-bagikan ke teman-temannya.
Ditemui di rumahnya, Sri membantah dirinya melarikan diri. Sri mengakui bahwa sepanjang Rabu (11/6) ia dan keempat anaknya pergi ke rumah kerabat di Tanjungpriok, Jakarta Utara. Sri bertujuan menemui suaminya yang tidak pulang sejak terjadinya kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa, sekolah Rida d kawasan Pondoklabu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Sri juga mengatakan, dirinya mengungsi ke Tanjungpriok untuk menghindari wartawan. "Saya capek dicari wartawan terus," ujarnya di rumahnya di Gang Bakti I, RT 11/12 Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (12/6) sore.
Sri menjelaskan bahwa suaminya bukan pengedar narkoba seperti yang dituduhkan polisi. Mengutip keterangan Rudi, Sri mengatakan tiga strip Happy Five (tiap strip isi 10 pil) di tas Rudi didapat dari kawannya ketika bertugas ke Garut, Jawa Barat, pekan lalu. "Bisa jadi ada yang iri sama bapak (Rudi) karena bapak disayang bos," ujarnya.
Hingga kemarin sore, Rudi masih menyembunyikan diri. Sri mengatakan suaminya ada di Jakarta namun ia tidak tahu di mana lokasinya. Sri juga mengaku tidak tahu kapan suaminya akan muncul untuk menjelaskan masalah Happy Five. Menurut Sri, suaminya trauma berurusan dengan polisi karena pernah mengalami peristiwa tidak menyenangkan ketika berurusan dengan polisi dalam masalah kecelakaan lalu lintas.
Diperas
Tentang pemerasan dari seorang pria yang mengaku sebagai polisi, Sri mengatakan dirinya dihubungi pria tersebut beberapa saat setelah lima murid TK Sekar Bangsa sempoyongan akibat mengonsumsi Happy Five, Senin (9/6). Pria tersebut mengaku sebagai Kapolsektro Cilandak dan minta uang Rp 5 juta agar kasus yang melibatkan keluarganya tersebut ditutup. Sri tidak menanyakan bagaimana pria tersebut mendapatkan nomor handphonenya.
Sri lantas menggadaikan kalungnya dan mendapat uang Rp 1 juta yang kemudian ia serahkan ke pria yang mengaku sebagai kapolsek tersebut. Kemarin, ketika dipanggil ke Mapolsektro Cilandak, Sri menceritakan ihwal uang Rp 1 juta tersebut.
Keterangan Sri membuat Kapolsektro Cilandak, Kompol Makmur Simbolon, geram. Makmur lantas memberikan nomor HP-nya kepada Sri. Ternyata, nomor tersebut tidak sama dengan nomor HP orang yang menghubungi Sri dan mengaku sebagai kapolsek.
Kepada Warta Kota Makmur mengatakan, pihaknya kini juga memburu pria yang mencatut namanya itu. Nomor HP yang digunakan untuk memeras Sri, yakni 0816773XXX, kemarin tidak bisa dihubungi. Makmur menambahkan, upaya pemerasan serupa juga menimpa Kepala TK Sekar Bangsa, Ny Maria Suprapti. Namun Suprapti tidak menuruti kemauan si penelepon.
Sri mengatakan, dirinya berharap sang suami segera muncul dari tempat persembunyian untuk menyelesaikan masalah dan kembali bekerja untuk menghidupi keluarganya. Sri mengatakan beban hidupnya semakin berat sejak munculnya kasus Happy Five. "Untuk beli sabun cuci saja nggak ada uang. Cucian satu minggu sudah numpuk," keluhnya.
Sebelum kasus Happy Five, Sri juga sudah merasakan kesulitan ekonomi. Bahkan, uang sekolah Rida nunggak empat bulan. Padahal, kata Sri, Rida sudah mendapat keringanan. "Murid yang lain bayar Rp 100.000, kalau anak saya bayarnya Rp 75.000," ujarnya.
Sri dinikahi Rudi yang berstatus duda empat anak delapan tahun lalu. Pasangan tersebut dikaruniai dua anak. Dua anak Rudi dari pernikahan terdahulu tinggal bersama pasangan Rudi-Sri di rumah petak milik orangtua Sri di Gang Bakti I, Cilandak Barat.
Prihatin
Kasus lima murid TK Sekar Bangsa, Pondoklabu, terkontaminasi psikotropika Happy Five mengundang keprihatinan Komisi IX DPR yang antara lain membidangi kesehatan. Anggota Komisi IX, Zuber Safawi, minta kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa diusut tuntas karena berdampak sangat serius bagi masa depan anak-anak.
"Kasus ini harus diusut tuntas, karena efeknya sangat merugikan masyarakat," kata Zuber di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis.
Zuber mendesak instansi pemerintah, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta kepolisian mengungkap dan menindak tegas pelaku serta pengedar pil koplo itu.
Zuber juga mengatakan pemerintah harus memberi perhatian serius terhadap masalah tersebut karena kasus Happy Five di TK Sekar Bangsa bisa menjadi bukti bahwa peredaran narkoba makin luas. Politisi PKS ini juga mengatakan, modus yang digunakan pengedar narkoba juga semakin canggih dan variatif. (yos/dam/sab)
Sumber: kompas.com 13 Juni 2008