Rabu, 15 Februari 2012

Asuransi TKI Perlu Dikaji Ulang

SEMARANG- Anggota Komisi IX Bidang Ketenagakerjaan DPR Zuber Safawi menyebut keberadaan asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI) perlu dikaji ulang. Pasalnya, perlindungan terhadap buruh migran itu belum diberikan maksimal.

Asuransi dinilai tak memberikan manfaat, justru hanya menambah beban biaya mereka. Faktanya, serapan pencairan klaim rendah sedangkan persyaratan sulit dan berbelit.

Padahal setiap TKI wajib menyetor premi Rp 400.000 sebelum bekerja ke luar negeri. “Kami banyak mendapat laporan dan keluhan dari masyarakat bahwa asuransi TKI tidak sesuai klaim perlindungan berdasarkan peraturan.

Syarat klaim cenderung dipersulit, penolakan klaim juga meningkat sehingga asuransi TKI perlu dikaji ulang,” tandas politikus PKS tersebut, Rabu (8/2).

Sesuai peraturan Kemenakertrans No 7 Tahun 2010 tentang Asuransi TKI, buruh migran wajib mengikuti program tersebut. Asuransi itu merupakan perlindungan terhadap TKI, baik sebelum, selama bekerja, dan setelah penempatan.

Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), penolakan terhadap TKI yang mengajukan klaim terus meningkat sejak 2010-2011.

Pada 2010, dari pengajuan klaim sebanyak 1.020, sebanyak 85,78 persen atau 875 di antaranya ditolak. Pada 2011, terdapat 14.854 klaim yang diajukan TKI. Namun, 41,44 persen atau 6.156 di antaranya ditolak.

Otomatis
Menurut Zuber, jumlah TKI bermasalah berdasarkan kedatangan ke tanah air selama 2010- 2011 adalah 113.910 orang. Adapun yang mengajukan klaim hanya 13,93 persen atau 15.874 orang.

Data itu menunjukkan TKI pemegang polis tidak mendapatkan hak asuransi sebagaimana mestinya. “Idealnya, pemegang Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) yang diwajibkan membayar premi asuransi TKI pada awal mendaftar otomatis menjadi pemegang polis asuransi. Karena itu, tak diperlukan syarat bermacam-macam tapi cukup menunjukkan KTKLN untuk klaim,” paparnya.

Konsorsium proteksi sebagai pelaksana tunggal asuransi TKI seharusnya memberikan perlindungan secara proaktif. Seluruh TKI bermasalah dapat didata sehingga konsorsium bisa menjemput bola.

Misalnya, Jasa Marga bisa langsung memberi santunan begitu ada TKI yang mengalami kecelakaan. Jenis asuransi bermacam-macam seperti meninggal dunia, sakit, kecelakaan, masalah hukum, penganiayaan, upah tak dibayar, hingga gagal berangkat.

Zuber berharap, asuransi mampu memberikan perlindungan dan prosesnya bisa berjalan benar. Bila sistem ini tak juga diperbaiki, harus dihapuskan. (J17,J14-65)

Sumber: Suara Merdeka, 9 Februari 2012