Senin, 14 Juni 2010

BPJS Tunggal Sulit Satukan Penyelenggara

Pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) dengan sistem tunggal masih kesulitan menyatukan penyelenggaraan menjadi satu, sehingga dibutuhkan komitmen politik yang lebih kuat.

Bahkan, dalam penyelenggaraan BPJS sistem tunggal membuat terlalu besar wewenang direksi, sehingga pengelolaan dana harus lebih diawasi.Namun, menurut Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Zuber Safawi, bentuk BPJS dengan sistem tunggal memiliki kelebihan dalam hal pengelolaan organisasi dan penyelenggaraan jaminan sosial.

Selain itu, lanjutnya, kelebihan lainnya adalah efektivitas mekanisme koordinasi dan juga pendanaan yang terkumpul relatif banyak, sedangkan biaya operasionalnya menjadi lebih efisien dan mudah memperbaiki jika terjadi kesalahan.

"Yang menjadi permasalahan disini bukan masalah bentuk BPJS multi atau tunggal melainkan inisiatif pemerintah lemah atau lamban dan sebagian program semisal jaminan sosial yang sudah berjalan," tuturnya dalam seminar mencari Bentuk Ideal BPJS di DPR, hari ini.

Zuber menambahkan masalah yang lebih rumit lagi adalah lembaga yang ada belum sesuai dengan UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sementara itu, Sekjen Komite Aksi Jaminan Sosial Said Iqbal menuturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertanggung jawab terhadap belum dilaksanakannya UU SJSN hingga saat ini.

"Sebenarnya, tidak hanya presiden sebagai kepala negara yang bersalah karena tidak menjalankan jaminan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia, juga ketua DPR, wakil presiden, Menkokesra, Menko Perekonomian, Menkeu, Menkum dan HAM, Menkes, Mensos, Menakertrans dan Menteri Pertahanan," jelasnya.

Said dalam kesempatan yang sama menilai dengan tidak menjalankan UU SJSN, akibatnya sama dengan sekitar 240 juta jiwa warga negara Indonesia kehilangan haknya atas pemenuhan jaminan sosial tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.(yn)

Bisnis Indonesia.Com, Rabu 9 Juni 2010