Selasa, 30 Juni 2009

BOS dan Sekolah Gratis

Mulai tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) meluncurkan program sekolah gratis. Hal ini terlihat dari iklan yang dibintangi oleh Cut Mini –aktor pameran guru Muslimah dalam film Laskar Pelangi- yang kita lihat beberapa waktu di televisi. Program sekolah gratis sendiri dikaitkan dengan adanya paket Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan pemerintah sejak 2006 dan diberikan kepada sekolah SD-SMP Negeri, MI-MTs dan sekolah Swasta di seluruh Indonesia.
Kebijakan BOS dilaksanakan sebagai implementasi UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamanatkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Itu artinya anak-anak usia SD di semua wilayah Indonesia harus sekolah hingga jenjang SMP tanpa dibebani dengan beragam pungutan dari pihak sekolah.
Masalahnya adalah benarkah sekolah gratis itu tidak menarik biaya dari siswanya sebagaimana yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat ? Mengapa hingga kini kita masih mendengar adanya keluhan dari orang tua murid terkait adanya beragam pungutan liar di lingkungan sekolah? Sisi gratis yang didengungkan Depdiknas perlu diperjelas konsepnya agar tidak terjadinya kesimpangsiuran makna sekolah gratis. Jika tak ada konfirmasi yang jelas tentang apa yang digratiskan itu maka dikhawatirkan masyarakat terutama di desa-desa yang awalnya tertarik menyekolahkan anaknya justru berbalik menuding adanya kebohongan dan tidak menyekolahkan anak-anaknya. Bagi mereka pemahaman sekolah gratis adalah semua biaya anak-anak sekolah ditanggung pemerintah.
Untuk menyikapi kebingungan publik, pemerintah perlu segera mensosialisasikan tentang ide sekolah gratis ini secara terbuka. Termasuk pula menjelaskan tentang kriteria pengelolaan dana BOS sebagai salah satu penopang dana wajib belajar di sekolah. Pemerintah perlu pula mensosialisasikan PP No. 48/2008 tentang pembiayaan pendidikan yang mencakup biaya satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan/pengelolaan pendidikan dan biaya pribadi peserta didik. Biaya satuan pendidikan sendiri terdiri dari biaya investasi, biaya operasional untuk personalia maupun nonpersonalia, bantuan dana pendidikan dan beasiswa. Sementara biaya pribadi peserta didik adalah dana yang harus dikeluarkan peserta didik untuk bias mengikuti proses pendidikan. Disini jelas terlihat bahwa tidak semua dana pendidikan ditanggung pemerintah seperti biaya peserta didik yang menjadi tanggung jawab masyarakat khususnya orangtua siswa.
Peran Pemda
Tahun 2009 ini, Pemerintah bersama DPR menaikkan anggaran dana BOS hingga 50 % menjadi sekitar 16 trilyun. Sebelumnya pada tahun 2008 dana BOS hanya Rp 11, 2 trilyun. Jika kita melihat alokasi anggaran pendidikan yang mencapai 20 % dari APBN 2009 yakni Rp 224 trilyun maka tahun ini 7,5 % dana pendidikan dialokasikan untuk BOS ini. Dengan dana sebesar Rp 16 trilyun, maka mulai Januari 2009, BOS naik secara signifikan menjadi SD di kota Rp 400 ribu, SD di Kabupaten Rp397 ribu, SMP di Kota Rp 575 ribu dan SMP di Kabupaten menjadi Rp 570 ribu. Dengan jumlah BOS sebesar ini seharusnya tak ada lagi keluhan dari peserta didik tentang biaya operasional sekolahnya.
Namun biaya BOS memang tidak mungkin mencukupi untuk pembiayaan operasional sekolah secara penuh sehingga kemungkinan pihak sekolah memungut biaya kepada siswa sangat mungkin terjadi. Di sinilah beragam keluhan dari orang tua atau wali murid bermunculan karena program sekolah gratis tidak seperti yang mereka bayangkan semua. Mungkin orang tua siswa masih mampu membiayai dana keperluan anaknya, tapi beragamnya pungutan yang dilakukan pihak sekolah –meski melalui mekanisme komite sekolah- tetap menjadi beban berat mereka.
Program BOS dan sekolah gratis yang digagas pemerintah memang akan sulit memenuhi harapan masyarakat khususnya warga miskin yang masih memiliki beban ekonomi keluarga meski dana BOS telah naik hingga 50% pada tahun ini. Oleh karena sebagaimana amanat UU 20/2003, beban pembiayaan pendidikan juga ditanggung oleh pemerintah daerah (pemda). Jika pemerintah pusat mengalokasikan dana APBN sebanyak 20% untuk sektor pendidikan maka pemda seharusnya berkontribusi yang sama yakni menyisihkan 20% anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk bidang pendidikan.
Dari daftar kebijakan BOS tahun 2009, pemerintah dalam hal ini Depdiknas setidaknya memberikan 3 peran penting kepada pemda. Pertama, pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional BOS melalui APBD jika dana BOS dari Depdiknas tidak mencukupi. Kedua, pemda wajib mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS serta memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar. Dan ketiga, pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan terhadap siswa yang mampu.
Dari kebijakan diatas, peran pemda cukup strategis terutama untuk menjamin kesediaan dana BOS bila tidak mencukupi melalui mekanisme anggaran APBD-nya. Meski diakui tidak semua pemda baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota bersedia menyisihkan 20 % anggaran APBD untuk sektor pendidikan setidaknya ada political will dari pemda untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan kebijakan BOS di lapangan. Pengawasan ini amat penting mengingat peluang untuk melakukan korupsi dan kolusi bisa saja terjadi baik yang dilakukan pihak sekolah, dinas pendidikan atau pihak lainnya. Apalagi selama tahun 2008 menurut kajian BPK ditemukan banyak penyimpangan dalam pengelolaan dana BOS yang berpotensi merugikan negara seperti yang terjadi di beberapa sekolah di DKI Jakarta.
Tentu kita tidak ingin jika dana BOS yang awalnya diperuntukkan untuk mensukseskan program wajib belajar justru dimanfaatkan oleh segelintir pihak yang ingin mencari keuntungan semata. Oleh karena itu, peran pengawasan yang melekat pada masyarakat harus dimanfaatkan guna menjamin transparansi dan akuntabilitas para pengelola dana BOS ini. Peran orangtua melalui komite sekolah juga amat penting agar kontrol dan penyaluran dana BOS dapat tepat sasaran terutama menjelang tahun ajaran baru ini. Jika ini terjadi, maka harapan anak-anak Indonesia untuk menikmati sekolah gratis yang dikampanyekan pemerintah melalui paket dana BOS bukanlah sebuah mimpi. Wallahu a’lam bisshawab


Jakarta, 9 Juni 2009