Kamis, 11 September 2008

Edukasi Penanggulangan Narkoba

Tanggal 26 Juni lalu, kita telah memperingati hari Anti Narkoba se-Dunia. Momentum ini menjadi sangat penting untuk kita renungkan mengingat kerusakan yang telah ditimbulkan akibat kejahatan narkoba kian dashyat bagi masa depan bangsa ini. Intensitas kasus narkoba kian marak dan menjadi “lingkaran setan” yang amat sulit diberantas oleh aparat hukum. Pelaku kejahatan dan korban narkoba pun kian luas tidak hanya pada segmen kelompok masyarakat tertentu tapi sudah merambah ke semua kalangan baik pejabat, kepolisian, jaksa, sipir penjara, artis, mahasiswa, hingga anak-anak sekolah dasar. Sungguh mengenaskan.

Dalam catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) terungkap bahwa hingga akhir 2007 terdapat 17.757 kasus yang terdiri dari 8.888 kasus narkotika, 7.433 kasus psikotropika dan 1.436 kasus bahan adiktif lainnya. Data ini menunjukan bahwa Indonesia kini menjadi lahan surga baik bagi produsen, pengedar dan pemakai narkoba. Penelitian BNN dengan salah satu PTN ternama di Jakarta pada tahun 2004 juga memperkirakan jumlah pemakai narkoba mencapai 3,4 juta orang dengan transaksi mencapai 30 trilyun per tahun. Setiap tahunnya menurut estimasi BNN ada 15.000 pecandu yang meninggal sia-sia karena jeratan narkoba ini.

Data ini juga dikuatkan oleh Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Henry Yosodiningrat bahwa ada sekitar 4 juta orang pecandu di Indonesia, dengan transaksi mencapai Rp 292 trilyun per tahun. Angka fantastis ini didapat jika setiap pengguna narkoba seharinya membelanjakan uang sebesar 200.000 maka transaksi sehari totalnya 800 milyar dan setahunnya mencapai Rp 292 trilyun. Jumlah ini sama dengan dua kali lipat subsidi BBM pasca kenaikan harga lalu yang “hanya’ Rp 141 triliun. Besarnya uang dalam tranksaksi narkoba inilah yang menggiurkan setiap kalangan untuk tercebur ke dalam bisnis barang haram tersebut.

Bisnis besar narkoba yang terungkap oleh kepolisian, kejaksaan dan bea cukai selama ini ternyata lebih banyak didalangi oleh jaringan internasional. Data Kejaksaan Agung menyebutkan ada sekitar 58 orang terpidana mati kasus narkoba, 44 orang diantaranya adalah warga negara asing. Ini menguatkan argumen bahwa Indonesia sudah menjadi surga bagi para pelaku narkoba transnasional. Jumlah pelaku ini bisa jadi lebih besar karena jaringan narkoba sangat terorganisir dan rapi. Dibantu dengan bandar dan kurir lokal, para penjahat narkoba ini dapat leluasa untuk mengedarkan obat biusnya di Indonesia dengan beragam teknik dan kelihaiannya.

Sayang, lemahnya institusi hukum dan lambatnya eksekusi hukuman mati bagi pelaku narkoba menjadi celah yang dimanfaatkan oleh jaringan pengedar narkoba untuk terus melebarkan sayap bisnisnya. Tak jarang mereka memanfaatkan penegak hukum (polisi, jaksa) bahkan sipir Lembaga Pemasyarakatan (LP) untuk menjadi sindikat mereka. Penjara pun menjadi pusat transaksi narkoba yang sulit untuk diberantas.

Edukasi Jenis Narkoba
Kejahatan narkoba yang sudah sedemikian merebak tentu sangat mengkhawatirkan kita semua, terutama generasi muda sebagai pelanjut negeri ini. Oleh karena itu, selain terus-menerus memberikan dukungan kepada pemerintah untuk memberantas praktik kejahatan narkoba, perlu ada edukasi (pendidikan) secara dini bagi kaum muda. Edukasi ini sudah amat mendesak untuk diberikan kepada anak-anak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi dan organisasi kepemudaan sebagai pilar masa depan negeri ini.

Edukasi narkoba setidaknya meliputi tiga hal yakni (1) edukasi pengetahuan jenis-jenis narkoba, (2) edukasi pencegahan bahaya narkoba, dan (3) edukasi rehabilitasi narkoba. Ketiga hal ini memiliki keterkaitan yang erat dalam upaya sosialisasi, preventifikasi dan masifikasi peran elemen masyarakat dalam mengikis gejala narkoba. Edukasi pengetahuan jenis-jenis narkoba bermanfaat besar bagi generasi untuk untuk lebih mengenal secara lebih dini seluk beluk bahan narkoba. Ini amat dibutuhkan terutama bagi anak-anak SD hingga mahasiswa dimana kurikulum pengetahuan tentang masalah narkoba masih minim. Edukasi pencegahan lebih difokuskan kepada upaya-upaya preventif penyebaran barang narkoba di segala lini kehidupan masyarakat. Edukasi ini menitikberatkan pula pada kesadaran individual dan kolektif masyarakat untuk meningkatkan imunitas terhadap godaan pengedar narkoba.

Sementara edukasi rehabilitasi adalah upaya perbantuan korban maupun pelaku narkoba yang telah insyaf untuk memdapat pembinaan dan pengobatan medis-spritual agar mereka dapat melanjutkan kiprah hidupnya dan memutus rantai keterkaitan dengan narkoba. Edukasi ini dapat dilakukan secara bersama Pemerintah dan ormas/yayasan yang peduli dengan masalah narkoba. Pemerintah, dalam hal ini Depkes dengan RSKO-nya, Depsos melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial-nya serta ormas dengan beragam program rehabilitasi edukatifnya dapat bersinergi dalam rangka mengurangi dampak pasca ketergantungan yang diderita para korban dan pelaku narkoba. Disini peran relawan juga memegang peran penting sebagai pendamping (asistensi) bagi mereka yang membutuhkan tempat berkonsultasi terhadap problema kenarkobaan.

Edukasi Moralitas
Maraknya gejala narkoba dikalangan usia muda patut pula menjadi perahtian serius semua pihak. Tahun 2004, Badan Anti Narkotika PBB (UNODC) mencatat dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, 1,1 juta pemakai adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Ini menjadi catatan penting bahwa pasar terbesar yang menjadi korban jaringan narkoba adalah anak-anak bangsa usia produktif.

Banyak faktor yang menyebabkan kalangan muda ini terjerumus ke dalam lubang kehidupan narkoba antara lain kurangnya pendidikan moralitas keagamaan, kurangnya sosok teladan budi pekerti, pergaulan bebas, kemiskinan, brokenhome, dan lainnya. Pendidikan moralitas yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi ternyata belum mampu mengimbangi serbuan dan godaan para pelaku narkoba untuk menjerat pelajar dan mahasiswa. Moralitas yang diajarkan selama ini terkesan teoritis dan tidak menyentuk aspek kognitif dan spiritual secara utuh sehingga aplikasi dalam kehidupan mereka menjadi hal yang sulit diterapkan.

Namun dibalik kekurangan teknik pengajaran itu, pendidikan moralitas tetap menjadi prioritas penting bagi penyiapan mental, budi pekerti dan kepedulian kepada hal-hal positif. Dukungan keluarga juga menjadi hal utama untuk mendorong terciptanya sosok-sosok manusia yang lebih humanis melalui keteladanan sikap dan tingkah laku. Di sekolah dan perguruan tinggi pendidikan moralitas akan lebih memiliki daya membumi manakala moralitas diajarkan sebagai suatu hal yang nyata dan penting dalam kehidupan sehari-hari anak didik. Jika pendidikan moralitas seperti ini terus diupayakan, yang dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil, dan juga didorong oleh tokoh-tokoh agama, maka peredaran bahaya narkoba di lingkungan kita dapat diatasi atau minimal berkurang.

Mungkin ada baiknya kita merenungi pesan hari Antimadat se-Dunia 2008 yang dikampanyekan BNN yang berbunyi “Jauhkan Narkoba dari Kehidupan dan Lingkungan Kita”. Ini seharusnya menjadi spirit kuat bagi kita bersama untuk mengatakan TIDAK kepada narkoba, sampai kapanpun.

Sumber : Harian TERBIT, 9 Juli 2008