Rabu, 19 Maret 2008

Pengamat: Sidang-sidang di DPR Seharusnya Terbuka Bagi Publik

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra mengusulkan agar semua sidang di DPR terbuka untuk publik. "Sidang-sidang sifatnya harus terbuka, kecuali yang ditentukan tertutup," katanya dalam rapat dengar pendapat umum dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Susunan dan kedudukan (Susduk) MPR, DPR, DPD serta DPRD di Gedung DPR, Rabu (06/02).

Selama ini, ia menambahkan, sidang-sidang anggota dewan lebih banyak yang tertutup. Hal ini membuat publik sulit mengakses informasi. Ketertutupan sidang dan rapat anggota dewan juga membuat publik sulit mengikuti perkembangan pembahasan undang-undang. "Ini terkait dengan partisipasi publik," katanya.

Hal senada diungkapkan pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana. Transparansi lembaga legislatif, kata dia, bisa dimulai dengan melakukan sidang-sidang yang sifatnya terbuka untuk publik. Sidang yang berlangsung tertutup, lanjutnya, akan mengundang kecurigaan publik. "Korupsi terjadi kalau banyak sidang yang tertutup," katanya.

Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang susunan kedudukan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Zuber Syafawi menyambut baik usulan tersebut. Ia bahkan menambahkan, sidang-sidang yang membahas anggaran juga harus bersifat terbuka. "Prinsipnya terbuka semua," katanya.

Selain itu, Saldi Isra juga mengusulkan agar ada penyederhanaan fraksi di DPR. Selama ini, kata dia, fraksi bisa dibentuk oleh partai yang memiliki 25 anggota di DPR. Ia mempertanyakan syarat 25 anggota dalam pembentukkan fraksi tersebut. "Kenapa tidak 20 atau 30?" katanya.

Pembentukkan fraksi, lanjutnya, seharusnya didasarkan pada kebutuhan di komisi. Ia mengusulkan, pembentukan fraksi baru bisa dilakukan partai politik yang memiliki anggota 4 kali lipat dari jumlah komisi yang ada. "Dengan 4 orang dimasing-masing komisi, partai memiliki bargaining politik yang kuat di masing-masing komisi," katanya.

Selain itu, kata dia, syarat pembentukkan fraksi tersebut dinilai dapat menyederhanakan jumlah fraksi. Partai-partai politik yang anggotanya kurang dari 4 kali jumlah komisi di DPR, kata dia, akan melakukan merger untuk membentuk fraksi. "Tujuannya untuk mengurangi jumlah fraksi," katanya.

Ia juga mengusulkan agar kuota 30 perempuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu juga diterapkan di DPR. "Kuota ini harusnya juga berimplikasi di lembaga perwakilan rakyat," katanya. Dwi Riyanto Agustiar

Sumber: TEMPO Interaktif, Rabu, 06 Pebruari 2008