Kamis, 27 Januari 2011

Pansus DPR: Pemerintah Jangan Hambat RUU BPJS

Jakarta - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Pansus RUU BPJS) meminta pemerintah serius menyukseskan pembahasan RUU BPJS dengan mempercepat langkahnya bersama DPR.

Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua Pansus DPR Zuber Safawi di Jakarta, Rabu (12/1). “Pemerintah jangan berlama-lama lagi,” katanya.

Menurutnya, molornya pembahasan RUU BPJS karena alotnya perdebatan dalam beberapa isu yang belum dicapai kesepakatan, antara lain soal bentuk BPJS multi atau tunggal, serta sifat UU BPJS. “Kuncinya ada di pemerintah, sampai saat ini kita belum tahu maunya pemerintah apa? Kita harapkan segera adanya respons tertulis dari pemerintah,” ujar dia.

Zuber mengungkapkan, sebelumnya Pansus RUU BPJS DPR telah mengirimkan surat tertulis kepada pemerintah guna mempercepat pembahasan RUU BPJS. “Kita harapkan sebelum tanggal 14 Januari ini sudah ada respons tertulisnya,” pintanya.

Dirinya mengingatkan pemerintah terkait semakin mepetnya waktu yang tersedia untuk pembahasan RUU BPJS itu. “Secara teknis waktu pembahasan hanya dua kali masa persidangan. Secara yuridis pun sudah melampaui batas ketentuan UU SJSN, dan secara psikologis, masyarakat sudah sangat menanti-nanti lahirnya UU BPJS itu,” papar dia.

Di samping mempercepat langkah, secara khusus Zuber juga meminta pemerintah lebih dini mempersiapkan pembangunan infrastruktur, dan instrumen-instrumen pendukung terkait, antara lain menyiapkan program administrasi kependudukan terpadu menuju tercapainya target Nomor Identifikasi Tunggal (SIN, single identity number).
“Karena dengan SIN dan adminduk akan mempermudah pendataan peserta SJSN dengan akurat, di samping menertibkan data secara nasional,” kata dia.

Termasuk juga infrastruktur di daerah, seperti penyediaan layanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang memadai. “Bila BPJS terbentuk, diharapkan sistem pelayanannya juga langsung berjalan hingga di pelosok,” kata dia.

Zuber sepakat dengan pendapat para pakar Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa perdebatan tentang bentuk BPJS tunggal atau multi hendaknya segera dicapai kesepakatan.

“Keberadaan SJSN yang lebih luas dan memberi manfaat bagi rakyat banyak itu harus lebih prioritas, jauh di atas ego sektoral dan kepentingan sebagian penguasa,” katanya.
Dikatakan dia lagi, sesuai amanah UUD, negara berkewajiban menjamin keamanan sosial seluruh warga negaranya tanpa terkecuali.

Terlebih, kata dia, Indonesia yang rawan bencana dan masih lemahnya sistem moneter kita meningkatkan potensi krisis ekonomi di masa-masa sekarang. “Bila BPJS ini sudah terbentuk, setidaknya kita punya persiapan tabungan untuk rakyat,” ucap dia.

Elegan

Sehari sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus RUU BPJS, mantan Ketua Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Sulastomo meminta Pansus DPR untuk RUU BPJS menyelesaikan kebuntuan dalam pembahasan RUU ini dengan mengembalikan pada isi UU SJSN sebagaimana adanya, dan yang sudah dibahas bertahun-tahun.
Selain itu, sejumlah pakar lainnya yakni mantan Wakil Ketua Tim SJSN Erman Rajagukguk, ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Hasanuddin Makassar Irman Putra Sidin, dan aktuaris Haris Eko Santoso menilai pemerintah dan DPR sebaiknya tidak perlu memperdebatkan apakah RUU itu bersifat penetapan atau pengaturan, dinilai tidak perlu diperdebatkan, karena undang-undang yang terbentuk juga bersifat pengaturan dan penetapan. Kalau membutuhkan banyak pengaturan dalam UU BPJS, ya, diatur saja semuanya biar jelas.

“Perlu dicari jalan keluar yang elegan menggunakan referensi UU No 40/2004 sebagaimana apa adanya. Pembahasan , bahkan perdebatan di dalam proses penyusunan naskah akademik dan RUU SJSN yang lalu telah sangat melelahkan,” kata Sulastomo. (cr14)

Selengkapnya...

Semangat DPR Menggarap RUU Perlu Dipacu

JAKARTA : DPR RI sebagai lembaga tinggi negara yang salah satu fungsinya adalah membuat Undang Undang (UU) sangat berperan dalam melahirkan UU yang sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia.DPR dengan fungsi legislasinya juga berperan dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.

Permintaan PADA perjalanan DPR periode 2009-2014, DPR menargetkan 248
Rancangan Undang Undang (RUU). Di 2010, ditetapkan 70 RUU menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), di mana 36 RUU usulan berasal dari DPR dan 34 RUU usulan dari pemerintah.

Hingga akhir 2010, dari 70 RUU, DPR hanya berhasil melahirkan delapan UU prioritas, dan delapan RUU kumulatif terbuka (RUU di luar prioritas legislasi). Selain itu, 21 RUU
telah melewati pembahasan tingkat I (16 RUU), dan harmonisasi di Badan Legislasi (lima RUU). Ke-21 RUU itu pembahasannya akan dilanjutkan di 2011. Sementara masih ada 41 RUU yang dalam tahap penyusunan.

Delapan RUU prioritas yang telah disahkan antara lain, UU Grasi, UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Keprotokolan, UU Hortikultura, UU Gerakan Pramuka, UU Cagar Budaya, UU Partai Politik, dan UU Perumahan dan Pemukiman. Adapun delapan RUU kumulatif terbuka yang disahkan, yakni empat RUU berkaitan dengan APBN, satu RUU tentang pencabutan Perppu, dan tiga RUU tentang ratifikasi luar negeri.

Sedangkan pada 2011 ini, DPR kembali menargetkan 70 RUU sebagai prioritas. Sebagian besar, 38 RUU berasal dari prioritas 2010. Hanya 32 RUU yang merupakan usulan baru. Selain itu juga lima RUU yang bersifat kumulatif terbuka. Adapun 21 RUU luncuran
tahun 2010 yang belum tuntas dibahas, tetap dilanjutkan hingga selesai pembahasannya.

Nasib RUU BPJS

SALAH satu RUU yang gagal disahkan pada 2010 adalah RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). RUU BPJS pada 2010 merupakan salah satu RUU usulan dari DPR, dan pada Juli 2010 telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.Namun, baru pertengahan September 2010 RUU BPJS memperoleh Amanat Presiden (Ampres) untuk dibahas bersama pemerintah. Pada Oktober 2010, Panitia Khusus (Pansus) BPJS DPR terbentuk yang
berisi anggota DPR dari lintas komisi.

Memulai pembahasan pada pertengahan Oktober 2010, Pansus BPJS DPR dan pemerintah gagal menyelesaikan RUU BPJS untuk disahkan pada akhir Desember 2010. Namun, mengingat RUU BPJS telah menjalani harmonisasi di tingkat Baleg, dan sinkronisasi dengan pemerintah, maka RUU BPJS dilanjutkan pembahasannya di 2011.

Dari 21 RUU luncuran 2010 yang dilanjutkan pembahasannya di 2011, salah satunya RUU BPJS. Hal ini seperti dikatakan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Mulyono saat dihubungi Pelita , Minggu (9/1).

RUU yang sudah dibahas dan belum selesai pada 2010, maka pembahasannya tetap dilanjutkan hingga RUU itu selesai. Salah satu dari 21 RUU yang telah dibahas pada 2010 lalu itu adalah RUU BPJS. Karena itu RUU BPJS dilanjutkan pembahasannya sampai selesai, tutur politisi F-PD, tutur Ignatius.

Ia mengatakan, menurut UU MPR, DPR, DPRD, DPD dan Tata Tertib DPR, masa waktu pembahasan RUU inisiatif DPR adalah dua kali masa sidang. Saat ini, kata dia, pembahasan RUU BPJS baru melewati satu kali masa sidang. Jika sampai dua kali masa sidang pembahasan belum tuntas, maka ada kelonggaran membahas lagi satu kali masa sidang.

Namun, jika dalam waktu tambahan itu belum juga diselesaikan, maka pembahasan akan ditunda, karena menyita waktu pembahasan RUU lainnya, tegas dia. Ignatius mengharapkan, medio Juni 2011 RUU BPJS telah siap disahkan menjadi UU. Karena menurut dia, RUU menyisakan sedikit lagi pembahasan.

Adapun anggota Pansus RUU BPJS Okky Asokawati mengatakan, pembahasan RUU BPJS tetap menjadi prioritas utama DPR, khususnya Komisi IX, meskipun pembahasannya RUU bersifat lintas komisi.

Pansus akan bekerja secara maksimal hingga dua kali masa sidang pertama. Namun, Pansus berkeyakinan akan menyelesaikan pembahasan pada masa sidang kali ini. Jika masa sidang belum selesai, ada perpanjangan waktu membahas satu kali lagi masa sidang, jelasnya.

Saat ini pembahasan sinkronisasi dengan pemerintah, diwakili Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri BUMN, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Bappenas, dan Menteri Koordinator Perekonomian.

Sinkronisasi sebagai upaya mendapatkan pemahaman yang sama, dan titik temu antara harapan DPR dan pemerintah terkait isi dari RUU BPJS. Hingga kini, DPR dan pemerintah telah mengadakan beberapa kali rapat kerja (Raker).

Ada lebih dari 10 kali Raker dengan pemerintah sejak dibentuk Pansus pada Oktober lalu. Semua pertemuan dilakukan dengan menteri yang terkait langsung, jelas mantan model papan atas Indonesia ini saat dihubungi Pelita , kemarin.

Saat ini titik temu antara DPR dan pemerintah baru sebatas perlunya asuransi sosial yang bisa meng- cover semua rakyat tanpa terkecuali.

Sementara terkait bagaimana mewujudkan itu, masih belum ada kesepakatan, seperti bentuk badan asuransi sosial apakah tunggal atau multi, dan bersifat BUMN atau wali amanah (nirlaba) masih terjadi perdebatan. Keinginan DPR, badan itu berbentuk tunggal dan bersifat wali amanah. Sedangkan pemerintah menginginkan badan asuransi sosial itu berbentuk multi dan bersifat BUMN, ujar Okky.

Pekan ini, kata Okky, Pansus akan mengundang ( hearing ) narasumber yang ahli dalam hal keuangan negara, untuk mengetahui sejauh mana keuangan negara bisa menanggung asuransi sosial, dan sejauh mana negara dapat berkontribusi langsung.

Adapaun salah satu Pimpinan Pansus RUU BPJS Irgan Chairul Mahfiz optimis pada 2011 RUU BPJS bisa diselesaikan dan disahkan menjadi UU. Irgan menegaskan, semua anggota Pansus telah berkomitmen akan kejar tayang demi mewujudkan target itu. Kita akan kejar tayang, karena sudah dinantikan rakyat, tegas dia.

Dikatakan Irgan, saat ini belum ada titik temu antara DPR dan pemerintah terkait eksistensi BPJS, status, pengaturan atau penetapan, analisa fiskal, badan hukum dan lainnya. Semua itu belum tuntas, tapi kita optimis akan ada titik temu dan selesai pada 2011, ucap Sekjen DPP PPP ini.

Menurut dia, pemerintah berkeinginan UU itu nantinya bersifat penetapan saja, serta badan berbentuk jamak (multi) dan bersifat BUMN. Adapun DPR berkehendak UU ini akan bersifat penetapan dan pengaturan, badan bebentuk tunggal, dan wali amanah atau badan publik yang bersifat nirlaba.

Dikatakan Irgan, semua persoalan itu akan cepat selesai, jika DPR dan pemerintah menemukan kesamaan pada kunci utamanya, yakni apakah BPJS akan berbentuk tunggal atau jamak (multi).

Adapun anggota Pansus BPJS lainnya Zuber Safawi mengharapkan lobi antara Pansus BPJS dengan pemerintah secepatnya berakhir dan menemukan titik temu. Bila lobi terlalu lama, masyarakat akan menilai Pansus BPJS tidak efektif dan menurunkan kredibilitas DPR. Saya harap lobi akan berlangsung sekali lagi, setelah itu selesai, kalau tidak, pansus akan dinilai tidak efektif, kata dia.

Karena itulah, dalam lobi yang akan digelar pada pertengahan Januari 2011 nanti, Zuber akan fokus pada celah yang dihasilkan pada lobi sebelumnya. Zuber menjelaskan, pemerintah sudah mulai bisa menerima konsep BPJS sebagai lembaga bukan badan usaha atau BUMN. Padahal sebelumnya poin itupun, pemerintah menolak lantaran bertentangan dengan UU BUMN yang selama ini sudah dijalankan oleh BUMN asuransi.

Namun, pemerintah agaknya masih gamang untuk memberikan kepercayaan pada BPJS untuk mengelola keuangan BPJS yang sangat besar. Pemerintah tetap menginginkan Kementerian Keuangan untuk incharge , tentu saja DPR tidak bisa menerimanya, jelas Zuber. Dengan komitmen sejumlah anggota Pansus BPJS DPR ini, ada harapan RUU BPJS bisa selesai pada 2011 ini. Jika pembahasan masih menemui deadlock , maka rakyat Indonesia masih harus sabar menunggu lahirnya UU yang menjamin kesejahteraan dalambentuk asuransi sosial. (cr-14)

Harian Pelita, Senin 10 Januari 2011
Selengkapnya...

Zuber Safawi : Pemerintah Lalai Memenuhi Hak Warga Negaranya

JAKARTA : ZUBER Safawi, anggota DPR dari Daerah Pemilihan Semarang, dan Kendal, Jateng ini dikenal memiliki kinerja bagus di kalangan anggota Dewan sejak kali pertama berkiprah di Senayan -pada 2004. Ia dikenal lantang menyuarakan aspirasi rakyat yang berkaitan dengan komisi yang di-bidanginya.

Permintaan Misalnya, sebelum dipindah ke Komisi FV pada Agustus lalu, Zuber, sapaan akrabnya, lama malang-melintang di Komisi IX yang mengurusi masalah tenaga kerja, kesehatan, BNP2TKI, dan BKKBN. Saat di komisi ini, Zuber getol menyuarakan ke-pentingan masyarakat kecil akan pentingnya kehadiran Sistem Jaminan Sosial bagi se-. luruh rakyat.

Politisi PKS ini juga pernah menjadi Ketua Komisi X DPR yang mengurusi masalah pendidikan. Kala itu, ia rajin menyuarakan penolakan pemberlakuan Ujian Nasional (UN) sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. Pria kelahiran Kudus, 5 Agustus 1962 itu pun rajin menulis artikel dan opini ke berbagai media massa.

Tercatat tulisannya tersebar di pebagaimedia nasional dan daerah baik cetak maupun online, salah satunya Harian Pelita. Bahkan, beragam opininya juga sering dijadikan rujukan kalangan media terutama terkait masalah TKI, jaminan sosial, asuransi kesehatan dan sebagainya Kedekatan Zuber dengan media ini suatu hal yang selalu ia jaga sejak menjadi anggota DPRD Provinsi Jateng pada 1999-2004. Tak heran pula, bila ia telah menerbitkan dua buah buku hasil tulisannya selama menjadi anggota DPR RI; Ijink-an Kami Bersikap (2008) dan Menata Jalan, Menunaikan Amanah (2009).

Tak hanya itu, suami dari Diyah Rachmawati ini pula dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ayah dari enam orang anak ini masih setia menikmati moda transportasi taksi saat pergi berkantor di Gedung DPR. Zuber juga amat "pelit" dengan penampilannya. Dia lebih suka pakai batik atau kemeja biasa ketika mengikuti sidang-sidang komisi ataupun paripurna.

"Saya hanya berusaha mengamalkan arti kesederhanaan, kepedulian, dan juga keikhlasan sebagai anggota Dewan. Kerja di DPR adalah amanah bukan untuk bermewah-mewah", ujar Zuber.

Zuber juga amat dikenal dekat dengan para staf dan karyawan di lingkaran fraksinya termasuk office boy. Ia sering kali menjadi tempat curhat para staf dan koleganya terlebih saat dia dia-manahkan sebagai pimpinan fraksi. ALUMNUS Unissula Sema-rang ini juga tidak riskan ketika sering melakukan adzan Dzuhur atau Ashar untuk mengingatkan staf dan karyawan di musholla fraksinya.

Bagi Zuber, tujuan berpolitik itu demi ibadah. Pasalnya, politik tidak lepas dari kehidupan. Karena itu, beribadah dan berdakwah Islam juga bisa melalui jalur politik. Konsekuensinya, nilai-nilai Islam menjadi norma yang sangat penting dan dijunjung tinggi dalam berpolitik.

"Sebagai umat Islam dan menjadi partai bervisi dakwah, kami harus menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, ke-jujumn, dan kebersamaan. Itu nhai-nUai yang sangat mengikat kami dalam berpolitik," tegas dia.

Dengan landasan berpikir itu pula, pembelaannyadan kepeduliannya terhadap nasib rakyat seperti guru, perawat, TKI, dan buruh tak pernah berhenti. Kini meski dirinya tak lagi di Komisi IX, dirinya dipercaya fraksinya menjadi anggota Pansus RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Zuber pun dipercaya menjadi salah satu pimpinan Pansus RUU BPJS.

Menurut Zuber, saat ini pemerintah tidak menyediakan jaminan sosial dan berbagai fasilitas penunjang lainnya agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Karena itu, pemerintah, tegas dia, telah lalai memenuhi hak warga negaranya. Dengan kata lain, pemerintah telah gagal menjalankan konstitusi.

Padahal, ia menegaskan, sebagai warga negara Indonesia, mengutip UUD 1945 pasal 28poin H, ayat 1" Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Hal ini, kata dia, ditegaskan kembali pada ayat 3 "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang ber-martabat.

Dengan demikian, sah kiranya sebagai warga negara ini turut menuntut pemerintah lebih serius mewujudkan jaminan sosial bagi warganya. Apalagi sudah ada UU 40/2004 tentang SJSN. Secara umum, ucap Zuber, sistem jaminan sosial yang coba dikembangkan di negeri ini akan membawa dampak positif.

Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya lambat laun akan berdampak pada peningkatan taraf kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat. Selain itu dana sosial yang dihimpun melalui program asuransi jaminan sosial tidak hanya bisa menjadi dana cadangan negara. Namun, bisa dialokasikan untuk pengembangan ekonomi masyarakat dan ekspansi bisnis.

Sebagai gambaran, ungkap Zuber, dana yang berhasil dikumpulkan jaminan sosial untuk para pekerja di Malaysia mencapai nilai lebih dari Rp 1.000 triliun. Hampir sama dengan total APBN Indonesia. Dengan dana sebesar itu tentu banyak hal yang bisa dilakukan khususnya untuk meningkatkan kemakmuran bangsa. (cr4)


Harian Pelita, Senin 27 Desember 2011
Selengkapnya...

Pembahasan RUU PRT Belum Jadi Prioritas DPR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepertinya masih menunggu waktu untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang Pembantu Rumah Tangga (RUU PRT) yang telah masuk program legislasi nasional (pro-legnas)2010.

Anggota Komisi LX DPR Zuber Syafawi mengatakan, pihaknya masih memprioritaskan pembahasan perundanngan yang mendesak. Di antaranya RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan revisi UU Jamsostek. Namun, DPR tetap berkomitmen untuk segera membahasnya. "Memang tidak dalam waktu dekat. Tetapi, kita tetap berkomitmen untuk segera membahasnya, terutama penyusunan naskah akademiknya terlebih dahulu," katanya ketika dihubungi harian Seputar Indonesia (SI) kemarin.

Menurut Zuber, sebelum penyusunan naskah akademik, anggota Dewan juga perlu melakukan sosialisasi sejauh mana perlindungan terhadap hak-hak PRT menjadi demikian mendesaknya. "Perlu juga dukungan publik soal permasalahan ini," tandasnya.
Dia berharap jika UU PRT nanti benar-benar disahkan, perlindungan PRT di Indonesia akan semakin baik, terutama hak-hak yang harus diberikan seperti gaji, waktu cuti.

"Perlindungan PRT nantinya akan semakin tinggi.Kita setuju soal itu," terangnya.
Sebelumnya, Jaringan Nasional Advokasi untuk Perlindungan PRT (Jala PRT) mendesak Komisi IX DPR untuk segera melakukan pembahasan RUU PRT. Koordinator Jala PRT Lita Anggraini mengatakan, PRT rentan berbagai kekerasan dari fisik, psikis, ekonomi hingga sosial. PRT juga ber ada dalam situasi hidup dan kerja yang tidak layak, situasi perbudakan. Bahkan, PRT mengalami pelanggaran hak-haknya, misalnya upah yang sangat rendah ataupun tidak dibayar."Tidak ada batasan beban kerja yang j elas dan layak sehingga semua beban kerja domestik bisa ditimpakan kepada PRT. Tidak mengherankan, jam kerja PRT rata-rata panjang," katanya.

Lita mengatakan, PRT tidak diakui sebagai'pekerja karena pekerjaan rumah tangga tidak dianggap sebagai pekerjaan yang sesungguhnya dan mengalami diskriminasi terhadap mereka sebagai perempuan, migran, pekerja rumah tangga dan anak-anak. "Dikotomi antara PRT baik domestik maupun migran dengan buruh domestik dan migran pada sektor yang lain sering mengakibatkan kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi PRT domestik dan migran," terangnya.

Sementara di sisi lain, lanjut dia, perlindungan hukum baik di level lokal, nasional maupun internasional tidak melindungi PRT. Kondisi ini yang semakin memberi ruang sistematis bagi pelanggaran hak-hak PRT. "Berangkat dari situasi tidak layak seperti perbudakan dan peristiwa penganiayaan inilah kami mengajukan kepada DPR untuk segera mewujudkan UU PRT pada tahun 2010," tutur Lita.

SelainDPR,kataLita,pihaknya juga mendesak Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menaker-trans) Muhaimin Iskandar dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar untuk berkoordinasi dalam pembahasan UU PRT.
Selengkapnya...

 

BAHAN MAKALAH SEMINAR

Bagamaina Tampilan Blog ini Menurut Anda